Liputan6.com, Jakarta - Meski Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267 Tahun 2015 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen bagi seluruh ternak, kecuali sapi indukan atau sapi betina produktif sudah direvisi, namun faktanya di lapangan masih menimbulkan polemik.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro merasa kesal dengan pernyataan yang menyebutkan sebelumnya bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) meminta bea masuk impor sapi indukan, bukan PPN impor. Sehingga aturan tersebut diprotes kalangan pengusaha, termasuk Kementerian terkait.
"Ya tidak tahu, tapi mereka waktu itu mintanya PPN impor. Yang tidak tahu apakah mereka mengerti atau tidak PPN impor dan bea masuk," tegas Bambang usai Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (26/1/2016).
Ia memastikan, Kemenkeu telah merevisi PMK Nomor 267 Tahun 2015. Itu artinya seluruh ternak dibebaskan dari pungutan pajak, seperti sapi bakalan, sapi indukan, sapi potong, kerbau, kelinci, dan ternak lainnya. Revisi tersebut berlaku mulai 8 Januari 2016.
"Sudah direvisi dan berlakunya mulai 8 Januari 2016. Praktiknya tidak pernah berlaku yang PPN impor itu," paparnya.
Aturan pengenaan PPN impor atas ternak sapi, kecuali sapi indukan telah memicu lonjakan harga daging sapi di pasar. Bahkan harga daging sapi menembus Rp 130 ribu per kilogram (kg).
Melambungnya harga juga terjadi pada bahan pangan dan kebutuhan pokok lain sehingga pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi jilid IX untuk mengatasi kenaikan harga tersebut.
"Harga-harga pada naik, jadi Presiden ingin ada strategi untuk bisa mengurangi kenaikan harga secara permanen. Kebijakannya mengenai kuota, strategi impor, penguasaan beberapa perusahaan dalam importasi dan lainnya," jelas Bambang.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan, Juan Permata Adoe sebelumnya mengungkapkan, pemerintah dan pengusaha menggelar rapat koordinasi PMK 267 Tahun 2015 tentang Kriteria Dan/Atau Rincian Ternak, Bahan Pakan Untuk Pembuatan Pakan Ternak dan Pakan Ikan Yang Atas Impor Dan/Atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan PPN.
Aturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN.
Juan menuturkan, Kementerian Pertanian sebenarnya meminta kepada Kementerian Keuangan untuk membebaskan bea masuk sapi indukan atau sapi betina produktif, bukan PPN. Tujuannya apabila Bea Masuk dinolkan, maka penjualan sapi jenis ini akan meningkat.
"Kementan itu inginnya dibebaskan Bea Masuk untuk sapi betina produktif. Tapi dengan alasan tertentu kenapa larinya ke (bebas) PPN, jadi miss interpretasi antara keinginan dan eksekusinya. Untuk ternak lainnya kena PPN 10 persen, otomatis turunannya juga kena," kata Juan. (Fik/Ndw)