Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) menetapkan posisi tinggi terbarunya di akhir pekan ini, seusai lembaga energi internasional mengatakan kekalahan pasar selama dua tahun terakhir ini telah selesai.
Ini dikatakan terlihat dari pasokan minyak dunia yang tengah mengalami penurunan produksi dan adanya pembicaraan negara-negara produsen utama minyak untuk membekukan produksi secara terkoordinasi.
Baca Juga
Mengutip Wall Street Journal, Sabtu (12/3/2016), harga patokan minyak AS naik 1,7 persen menjadi US$ 38,50 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara kontrak minyak global Brent naik 0,9 persen menjadi US$ 40,39 per barel di bursa ICE Futures Europe.
Badan Energi Internasional yang berbasis di Paris mengatakan penghentian pasokan di Irak, Nigeria dan Uni Emirat Arab mengurangi output minyak dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) sebesar 90 ribu barel per hari.Â
Advertisement
Baca Juga
Selain penurunan produksi, badan ini menduga penurunan terjadi di tempat lain di dunia dan menjadi pertanda apa yang disebut sebagai "cahaya di ujung terowongan" untuk mengenyangkan pasokan minyak global.
"Untuk harga mungkin "ada cahaya di ujung" dari apa yang telah menjadi terowongan gelap yang panjang selama ini," kata IEA dalam laporan bulanannya.
Namun laporan IEA itu sarat dengan peringatan yang menunjukkan risiko dari pemulihan baru ini. Penurunan produksi negara OPEC dikatakan disebabkan bukan karena produksi yang lebih rendah, tetapi pemadaman pipa di Irak dan Nigeria yang sampai ke pasar.
"Ini adalah titik balik utama bagi IEA mengakui produksi dengan cara lain," kata Phil Flynn, Account Executive Chicago brokerage Price Futures Group.
Pasar juga didorong sebuah catatan penelitian Goldman Sachs Group Inc yang menilai kini pasar lebih bearish, di mana terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Mereka juga percaya bahwa pasokan akan menurun tahun ini selama harga tetap rendah.(Nrm/Ndw)
Â