Liputan6.com, Jakarta - Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, merupakan salah satu sentra penghasil ikan tuna sirip kuning (yellowfin). Ikan ini paling diburu kapal ikan asing lantaran harga jual yang mencapai Rp 1,2 juta per kilogram (kg) di pasar ekspor.
Staf Dinas Perikanan Kabupaten Halmahera Utara‎, Ongen Tambariki‎ mengungkapkan, ikan tuna sirip kuning bisa ditemukan di Pulau Doi yang berbatasan dengan Samudra Pasifik. Para nelayan lokal dapat menangkap ikan tersebut mulai dari yang berbobot 3 kg sampai paling besar 102 kg.
Dari pantauan Liputan6.com, dalam acara Apkasi International trade and Investment Summit 12th Indonesia Investment Week 2016, stan Kabupaten Halmahera Utara ‎memamerkan ikan segar tuna sirip kuning dengan berat 33,8 kg.Â
Baca Juga
Ikan tuna sirip kuning memang banyak diburu. Selain dijual untuk pasar lokal, ikan tersebut juga diekspor ke China, Jepang sampai paling jauh Amerika Serikat (AS). Biasanya untuk kebutuhan restoran, seperti di Jepang disajikan dalam bentuk sashimi," terang Ongen saat berbincang dengan Liputan6.com, JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (6/5/2016).
Menurutnya, harga ikan tuna sirip kuning dijual sebesar Rp 40 ribu per kg di pasar lokal. Itu untuk ikan tuna sirip kuning grade A. Ongen mengaku, ada 3 grade yang menentukan harga ikan tuna sirip kuning, yakni grade A, B dan C tergantung tekstur daging, dan lainnya.
"Tapi kalau untuk pasar ekspor, harga jualnya bisa mencapai Rp 200 ribu-Rp 300 ribu per kg dan di Jepang bisa dihargai Rp 1,2 juta per kg. Mereka tentu melihat grade-nya," jelas Ongen.
Jika dihitung, apabila ikan tuna sirip kuning dihargai Rp 1,2 juta dikalikan 102 kg, maka harga jual ikan tersebut di pasar ekspor mencapai ‎Rp 122,40 juta.
Nelayan Lokal Sejahtera
Lebih jauh Ongen menuturkan, nelayan lokal Halmahera Utara kini menuai berkah dari kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti moratorium izin kapal tangkap asing. Pasokan ikan di Kabupaten Halmahera Utara sekarang ini melimpah.
"Tadinya saat kapal ikan asing masih banyak lakukan illegal fishing, nelayan lokal paling banyak dapat tangkapan kurang dari 1 ton sebulan. Tapi sekarang bisa lebih dari itu. Ini berkat kebijakan Ibu Susi memoratorium izin kapal asing," ucapnya.
Saat ini, kapal ikan asing dari Filipina takut melaut di perairan Indonesia. Sebelumnya, Ongen mengakui bahwa banyak kapal tangkap Filipina, serta Taiwan masuk ke teritori Indonesia, yakni Halmahera Utara Pulau Doi dan Pulau Roa.‎ Kapal asing ini berbobot 5-10 Gross Ton (GT).
"Sebelum ada moratorium, kapal tangkap ikan asing Filipina bisa dapat 5 ton ikan sekali trip 6-10 hari melaut. Tapi sekarang nelayan Filipina tidak ada lagi yang berani masuk," tegas Ongen.
Alasannya, kata Ongen, armada patroli dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan kapal patroli dari Angkatan Laut dari Bitung keliling melakukan pengawasan ke laut Halmahera Utara. "Sekarang kapal patroli dari Bitung rajin berkeliling di Halmahera Utara, sehingga kegiatan pencurian ikan mulai berkurang signifikan," ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, potensi sumber daya laut yang melimpah membuat perairan Indonesia menjadi incaran kapal asing pencuri ikan. Salah satu jenis ikan yang paling diburu adalah ikan tuna sirip kuning karena harganya yang sangat mahal di pasaran
"Seekor ikan tuna sirip kuning atau yellowfin setinggi manusia harganya senilai mobil Alphard. Jadi memang nilainya tinggi sekali," kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Anti Illegal Fishing Mas Achmad Santosa, Jakarta, ditulis Senin (14/9/2015).
Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi karena rasanya yang enak dibanding jenis ikan lain. Tak heran, para pembeli rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan ikan ini. Pasar tuna yellowfin terbesar adalah Jepang, Taiwan, Korea Selatan hingga Amerika Serikat.
Achmad juga menyebutkan salah satu indikasi besarnya pundi-pundi uang yang dikantongi para pencuri ikan ini yaitu mereka rela berputar-putar di laut demi menghindari para aparat hukum yang melakukan patroli. Itu berarti besarnya untung yang diraih bisa menutupi tingginya biaya operasional kapal tersebut.
"Ada pelaku setelah melakukan bongkar muat di tengah laut (transhipment) ketika menuju ke Thailand, dia harus pakai jalur yang jauh untuk hindari aparat hukum. Kalau dia ambil jarak jauh itu berarti cost (biaya) tinggi, mereka jabanin. Itu artinya nilai ikan yang dibawa tinggi," cerita dia. (Fik/Gdn)