Liputan6.com, Jakarta - Maskapai penerbangan Lion Air dalam beberapa pekan terakhir ini menjadi sorotan khalayak ramai sejak peristiwa salah antar penumpang pada penerbangan internasional. Kejadian tersebut berbuntut panjang karena memicu dikenakannya sanksi dari pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Regulator memberikan sanksi kepada manajemen Lion Air atas pembekuan izin ground handling dan tidak diperkenankan mengembangkan rute. Atas sanksi tersebut, maskapai berlogo Singa merah itu berbalik melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo, mengenai perkara dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang.
Rentetan kejadian tersebut dinilai pengamat penerbangan Dudy Sudibyo tak mempengaruhi bisnis Lion Air secara menyeluruh. Menurut dia, masyarakat Indonesia mempunyai alasan untuk tetap terbang dengan Lion Air meskipun maskapai ini kerap berulah, seperti sering delay atau tertunda penerbangan, pesawatnya bersenggolan dengan pesawat lain sampai salah mengantar penumpang yang menyebabkan lolosnya penumpang internasional dari pemeriksaan Imigrasi.
"Penumpang tidak punya pilihan lain. Lion Air sangat kuat brand-nya di otak masyarakat kita. Sudah tertanam bahwa penerbangan dengan harga murah, ya Lion Air. Senang atau tidak senang, kalau mau murah, ya naik itu," kata Dudy saat dihubungi Liputan6.com,Jakarta, Senin (23/5/2016).
Baca Juga
Lebih jauh dia bilang, dikenal dengan low cost carrier atau LCC (penerbangan berbiaya murah), maskapai yang dimiliki pengusaha Rusdi Kirana itu telah melayani rute-rute penerbangan hingga ke pelosok negeri. Jumlah armada pesawatnya pun, diakui Dudy, sudah melampaui maskapai lain, Garuda Indonesia.
"Memang keselamatan menjadi faktor pertimbangan utama orang memilih penerbangan. Tapi ketika ada harga yang lebih murah, dan bisa menjangkau tempat tujuan, masyarakat akan pilih itu," terangnya.
Lalu apa yang membuat Lion Air mampu menawarkan harga murah dengan ongkos atau biaya operasional yang sama dengan rata-rata maskapai penerbangan lain?
Dudy mengatakan, efisiensi biaya operasional bukanlah kunci dari Lion Air mampu memberikan harga murah. Strategi atau model bisnis yang dipakai maskapai bertarif rendah adalah mengurangi biaya pelatihan dan menghapus layanan makanan di pesawat. Makanan dan minuman yang biasa disajikan gratis, kini berbayar.
"Biaya pelatihan dikurangi, layanan memberi makan gratis tidak ada lagi. Biaya makanan dan minuman di pesawat itu mahal lho bisa ribuan rupiah. Jadi tanpa gratis, mereka bisa saving dari situ," Dudy menjelaskan.
Terkait gaji kru pesawat Lion Air yang disebut-sebut jauh di bawah maskapai lain, Dudy menampiknya. Dia menegaskan rata-rata pendapatan kru pesawat sama. "Tidak, itu ada standarnya. Dan rata-rata sudah sesuai standar. Kalaupun ada selisih, bedanya tidak terlalu jauh," katanya.