Liputan6.com, Jakarta - Kondisi harga pangan yang bergejolak kala menghadapi bulan puasa dan lebaran berbeda dengan yang terjadi di negara tetangga, seperti Malaysia. Pemerintah berupaya agar harga pangan tetap stabil dan terjangkau di momen ini.
Anggota Wantimpres Suharso Manoarfa mengatakan, fokus pemerintah saat ini adalah harga bahan pangan yang terjangkau dan pasokan aman. Pemerintah perlu mengendalikan harga bahan pangan sehingga tidak mengalami lonjakan tinggi setiap memasuki Lebaran.
Baca Juga
"Kami melihat kita ini satu-satunya negara yang menghadapi gejolak harga tinggi kalau menjelang puasa dan Lebaran. Ada negara Islam lainnya yang menghadapi momen sama, tapi tidak seperti kita di sini," uja rSuharso di kantornya, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Advertisement
Baca Juga
Pokok persoalan Indonesia selama ini, diakuinya, masalah perbedaan data antar Kementerian/Lembaga terhadap produksi pertanian. Atas dasar itu, Suharso mengusulkan agar pemerintah daerah (pemda) melalui Gubernur, Bupati, dan Walikota di daerah yang terkenal sebagai lumbung pangan memberikan data mengenai berapa luas lahan pertanian, mempunyai irigasi, produksi, siklus produksi, dan lainnya.
"Saya menduga bertahun-tahun kita memberikan subsidi bibit, pupuk, ke mana itu? Hasilnya mana? Kalau dihitung kita kelebihan 10 juta ton per tahun, dan sudah sekian puluh tahun memberikan subsidi, bisa sampai 100 juta ton. Tapi barangnya pupuk dan bibit ke mana, berarti kan datanya tidak benar. Jadi diusulkan cut of date, lalu moratorium," terang Suharso.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Benny Pasaribu mengungkapkan, permintaan kebutuhan bahan pangan selalu naik menjelang puasa dan Lebaran. Hal ini dialami juga negara lain, seperti Malaysia, namun harga bahan pangan di Negeri Jiran itu tetap stabil.
"Puasa dan Lebaran di Malaysia dan negara-negara Arab, tidak ada yang naik harganya. Tapi harga pangan di Indonesia malah sudah naik 5 persen," tandasnya.