Liputan6.com, Jakarta - Memasuki bulan kelima tahun 2016, tekanan inflasi DKI Jakarta masih terkendali. Persiapan menjelang puasa, yang menyebabkan kenaikan permintaan masyarakat, membawa DKI Jakarta mengalami inflasi sebesar 0,19 persen (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta, Doni P. Joewono mengungkapkan, pencapaian ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratanya dalam lima tahun terakhir, yaitu 0,12 persen (mtm). Akan tetapi inflasi Jakarta masih lebih rendah dari pencapaian inflasi nasional sebesar 0,24 persen (mtm).
Doni menjelaskan inflasi DKI Jakarta pada bulan Mei 2016 dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan masyarakat akan beberapa komoditas pangan dan makanan jadi.
"Menjelang masuknya bulan puasa, masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi terhadap beberapa komoditas yang dapat disimpan dengan ekspektasi bahwa harga akan terus meningkat seiring kian mendekatnya hari raya Lebaran," papar Doni, Kamis (2/6/2016).
Berdasarkan disagregasinya, ditambahkan Doni, inflasi kelompok bahan pangan yang bergejolak (volatile food) menunjukkan peningkatan, dan menjadi sumber utama inflasi.
Kenaikan inflasi volatile food terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan dari subkelompok daging dan hasil-hasilnya. Pada komoditas sub-kelompok daging dan hasil-hasilnya, inflasi terutama dipicu oleh kenaikan inflasi daging ayam ras sebesar 16,33 persen (mtm). Kenaikan harga daging ayam ras didorong oleh tingginya tingkat permintaan yang tidak disertai dengan pasokan yang mencukupi.
Menurunnya pasokan daging ayam ras tidak terlepas dari kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian, yaitu pemusnahan parentstock broiler (induk bibit ayam broiler).
"Kebijakan tersebut sedianya merupakan respons dari penurunan tajam harga ayam ras di tingkat peternak beberapa bulan lalu," tambahDoni.
Baca Juga
Sekitar 6 juta parentstock broiler telah dimusnahkan, dan berdampak pada berkurangnya day old chick (DOC), yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya produksi ayam ras. Berkurangnya produksi, di tengah meningkatnya permintaan, mendorong harga daging ayam ras meningkat cukup signifikan.
Selain itu, kenaikan permintaan juga disebabkan oleh perilaku masyarakat yang cenderung melakukan substitusi pangan dari daging sapi ke daging ayam karena masih tingginya harga daging sapi.
Sepanjang tahun 2016 harga daging sapi di Jakarta terus bertahan pada level yang cukup tinggi. Harga daging sapi rata-rata berada di sekitar Rp 110.000. Meningkatnya harga daging sapi hingga di atas Rp 100.000 mulai terjadi pada bulan Juli tahun 2015. Sejak saat itu harga daging sapi di tingkat konsumen tidak pernah kembali di bawah Rp 100.000 per kg.
Pada bulan Mei harga daging sapi di pasar-pasar Jakarta sempat menembus harga Rp 120.000 per kg untuk jenis daging Has luar. Meskipun pada bulan Mei 2016 komoditas daging sapi mencatat inflasi relatif rendah, yaitu 0,24 persen (mtm), bertahannya harga daging sapi di level tinggi perlu mendapat perhatian, agar masyarakat mampu membeli dan tetap dapat mengonsumsinya.
Walau demikian, inflasi volatile food masih tertahan oleh penurunan harga pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, serta bumbu-bumbuan, sejalan masih berlangsungnya musim panen. Antisipasi pengadaan beras oleh Jakarta, bekerja sama dengan Bulog, dapat menjaga pasokan beras di Jakarta secara normal.
Upaya ini mampu mencegah terjadinya lonjakan harga beras di Jakarta. Pada bulan Mei 2016 beras mengalami deflasi sebesar 0,35 persen (mtm). Sementara itu, subkelompok bumbu-bumbuan masih melanjutkan tren penurunan, didorong oleh masih turunnya harga cabai merah di pasar. Berbagai perkembangan harga ini membawa kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar 1,08 persen (mtm).