BI Kenalkan Perubahan Bunga Acuan kepada The Fed

Bank Indonesia menyatakan perubahan suku bunga acuan menjadi 7 day repo rate memiliki tiga tujuan.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Agu 2016, 11:45 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2016, 11:45 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia

Liputan6.com, Nusa Dua - Bank Indonesia (BI) bersama Federal Reserve Bank of New York (The Fed New York) menyelenggarakan joint international seminar dengan topik Managing Stability and Growth Under Economic and Monetary Divergence. Seminar ini juga merupakan salah satu rangkaian kegiatan Executive Meeting of Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Governor's Meeting 2016.

Seminar ini menjembatani dialog dan forum tukar pandangan antara negara berkembang khususnya di kawasan Asia Pasifik dengan negara maju. Seminar ini juga bentuk kerja sama strategis antara BI dan The Fed New York.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menuturkan, diskusi ini dilakukan mengingat kondisi ekonomi global masuk babak baru, dan majemuknya kondisi ekonomi dunia sehingga berdampak ke kebijakan moneter yang diambil oleh setiap negara.

Di kesempatan tersebut, Agus Martowardojo dalam sambutannya pun menegaskan mengenai kebijakan Bank Indonesia untuk hadapi tantangan global.

Kebijakan ini juga untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Salah satu kebijakan yang diambil yaitu mengenai perubahan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi BI 7 day repo rate. BI 7 day repo rate itu akan efektif pada 19 Agustus 2016

Agus menuturkan, peningkatan kebijakan moneter memiliki tiga tujuan. Pertama, untuk meningkatkan sinyal kebijakan suku bunga di pasar keuangan. Kedua, untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk suku bunga di pasar keuangan.

Ketiga, mendukung pendalaman pasar keuangan terutama dalam mendorong transaksi dan mengembangkan tingkat bunga antar bank selama tiga bulan menjadi 12 bulan.

Sejalan dengan hal itu, Agus mengatakan, BI mempercepat pelaksanaan pendalaman pasar keuangan. Pertama , BI memperkuat peran Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor) dalam membentuk suku bunga di pasar uang untuk tenor 8-12 bulan. Kedua, mempercepat transaksi repo di pasar keuangan dengan mempromosikan partisipasi bank untuk perjanjian repo. Ketigam mengurangi segmentasi pasar dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar dengan mendorong bank untuk membuka lebih banyak akses ke counter party.

Ia menambahkan, kalau BI tak hanya andalkan kebijakan suku  bunga sebagai instrumen kebijakan moneter tunggal tetapi juga bauran kebijakan. Tahun ini, bauran kebijakan itu fokus pada menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. Di sektor moneter, pelonggaran moneter secara bertahap tetap konsisten.

Ekonomi Global Masih Diliputi Ketidakpastian

Selain itu, Agus juga mengakui perkembangan ekonomi global masih penuh ketidakpastian sehingga mempengaruhi prospek pertumbuhannya. Sejumlah kebijakan di setiap negara pun menjadi isu global.

Hal itu antara lain kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (AS) yang menaikkan suku bunga bertahap, di sisi lain Jepang dan Eropa telah melanjutkan pelonggaran moneter.

"Pada saat yang sama ekonomi China melambat ini sebagai konsekuensi dari rebalancing ekonomi. Beberapa negara telah adopsi kebijakan suku bunga negatif dengan beberapa yurisdiksi akan lebih negatif," ujar Agus, dalam sambutannya di acara Bank Indonesia-Federal Reserve Bank of New York Joint International Seminar, di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8/2016).

Ia menambahkan, keputusan terbaru Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa atau ditebut Britain Exit (Brexit) juga menambah tekanan untuk prospek ekonomi global yang sudah tertekan. "Brexit juga telah menghasilkan kejutan politik. Ini telah bergeser dari keprihatinan global menuju era ketidakpastian politik," kata dia.

Ia memandang,di tengah ketidakpastian politik, kelihatan ada hubungan kuat antara ketidakpastian politik dan kepercayaan pasar. "Kejutan politik berdampak ke ekonomi dan keuangan, dan berimplikasi ke stabilitas keuangan. Karena itu dalam episode baru ini selain menangani kerentangan, perlu juga memperkuat dasar-dasar sistem keuangan global," ujar dia.

Ia melanjutkan, bila tidak maka ada kemungkinan terjebak sehingga ketidakpastian dapat merusak kepercayaan. Hal ini dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih lambat dan stagnan.

Selain itu, Ia mengatakan, perkembangan ekonomi global juga membuat kreativitas dan inovasi dari bank sentral. "Sejumlah kebijakan moneter tidak konvensional diajukan. Bertindak berani di tengah krisis besar, bank sentral telah bergerak maju untuk mencegah dunia dari depresi yang akan memiliki efek negatif," kata Agus.

Agus menambahkan, kreativitas dan inovasi tak berhenti untuk mengatasi krisis keuangan. Ia memandang, bank sentral bertugas melanjutkan tahap berikutnya untuk menjaga stabilitas dan memulihkan ekonomi.

Meski demikian, tantangan bank sentral tetap ada. Agus mengatakan, tantangan itu merangsang momentum ekonomi, mengatasi pengganguran, dan ancaman terhadap stabilitas pasar.

Karena itu, ia menuturkan, para pembuat kebijakan harus lebih kreatif dalam menanggulangi tantangan global. Tantangan utama bagaimana memelihara pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas moneter, termasuk kurangi risiko pembalikan modal. (Ahm/Gdn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya