Liputan6.com, Jakarta - PT Angkasa Pura II langsung melakukan audit internal untuk memperbaiki sistem yang menyebabkan matinya listrik di lounge Garuda Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta di hari pertama dan kedua pengoperasian terminal anyar tersebut. Hasil awal, matinya listrik di lounge Garuda itu lantaran ada korsleting.
Pelaksana tugas Direktur Utama PT AP II Djoko Murjatmodjo menjelaskan, korsleting yang terjadi disebabkan karena pemasangan sistem listrik yang tidak sempurna. "Jadi karena panas lalu korslet, seperti di rumah kalau korslet MCB-nya turun sehingga listrik mati. Kita sudah teliti dan perbaiki, listrik sudah normal lagi," ujarnya seperti ditulis Jumat (12/8/2016).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Djoko, sebelum terminal dioperasikan, sistem kelistrikan sudah dicoba berkali-kali dan tidak ada masalah. Namun saat pengoperasian baru terjadi. Karena itu, pihaknya langsung melakukan audit internal yang hasilnya akan keluar pada hari ini. "Masalah seperti ini pasti saja terjadi. Audit bukan cuma listrik, tapi semua fasilitas, nanti kita lihat apa yang kurang langsung tindak lanjuti," katanya.
Djoko menambahkan, listrik di Bandara Soekarno Hatta sendiri disuplai dari PT PLN (Persero) sebesar 65 megawatt. Listrik tersebut berasal dari empat jaringan PLN di sekitar bandara. Jika satu jaringan mati, maka akan digantikan dengan jaringan lainnya.
"Selain itu, juga ada generator berkapasitas 28 megawatt yang secara otomatis menjadi cadangan jika listrik PLN mati. Ini untuk fasilitas yang bersifat prioritas," ujar Djoko.
Tak hanya itu, AP II juga melengkapi penunjang listrik dengan UPS karena ada beberapa fasilitas yang tidak boleh berkedip. Sebut saja seperti alat bantu navigasi dan yang berhubungan dengan landasan pesawat. Sehingga, Djoko memastikan bila pasokan atau pasokan listrik di Terminal 3 aman.
Angkasa Pura II bahkan berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Gas di sekitar Bandara Soekarno-Hatta, hal ini untuk mensuplai listrik lebih baik lagi, sehingga masalah kelistrikan tidak akan terulang. (Pramita Tristiawati/Gdn)