Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong percepatan lelang terhadap barang sitaan dan rampasan hasil tindak pidana korupsi. Percepatan ini dinilai akan menekan biaya perawatan barang sitaan yang dikeluhkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sri Mulyani mengatakan, dengan mempercepat proses lelang barang sitaan ini, maka semakin cepat hasil lelang yang masuk ke kas negara melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Nantinya uang yang masuk ke kas negara tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemeliharaan barang sitaan yang kasusnya masih berlangsung.
"Kemenkeu berharap barang sitaan sebagai wujud tindak pidana dapat dipercepat. Untuk mendorong percepatan pengelolaan dalam hal ini DJKN yang memiliki unit yang terdistribusi di seluruh wilayah Indonesia tentu dapat tentu meningkatkan kemampuan kita untuk mendukung dan menekan biaya pemeliharaan barang," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani menyatakan, sebenarnya kewenangan dan tanggung jawab barang sitaan mutlak berada di tangan penegak hukum. Dengan demikian tindak lanjut pengelolaan barang tersebut bisa dilakukan tanpa harus izin Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Prinsipnya barang sitaan dimungkinkan untuk dijual secara lelang. Dan Undang-Undang (UU) Tipikor mengizinkan penjualan barang sitaan secara lelang. Apabila terpidana tidak membayar uang pengganti, maka harta benda dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pembantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengeluhkan tingginya biaya pemeliharaan aset sitaan dan rampasan hasil tindak kejahatan korupsi. Aset ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Agus Rahardjo mencontohkan, aset berupa mobil mewah. Semakin tinggi harga mobil tersebut, maka semakin mahal biasa perawatan yang harus dikeluarkan. "Hari ini banyak hal yang belum dilakukan, seperti peralatan mobil mewah yang bukan main harganya," kata dia.
Sedangkan menurut Agus, anggaran yang disediakan untuk biaya perawatan aset rampasan ini hanya sekitar Rp 60 juta untuk per kabupaten. Hal ini dinilai kurang terutama di wilayah yang banyak terjadi kasus korupsi.
"Mengenai apa kita tidak memikirkan teman-teman yang mengelola barang ini, tingkatnya di kabupaten itu eselon VI. anggaran Rp 60 juta setahun. Ini harus dipikirkan mendalam bagaimana SDM dan anggaran ini supaya pengelolaan jauh lebih optimal," ungkap dia. (Dny/Gdn)
Â