Produsen Baja Australia Rambah Pasar Yogyakarta

Bluescope pertama kali berdiri sekitar 50 tahun lalu di Australia.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 23 Nov 2016, 15:12 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2016, 15:12 WIB

Ā 

Liputan6.com, Jakarta PT NS Bluescope Indonesia memperluas pasar baja ringan dengan dengan spesifikasi premium ke Yogyakarta. Perusahaan asal Australia itu menggandeng PT Panca Usaha Sakti untuk kerja sama merek (co-branding).

Presiden Direktur NS Bluescope Indonesia, Simon Linge, menuturkan ekspansi pasar ke Yogyakarta dengan merek lokal karena melihat pasar pertumbuhan di bidang infrastruktur, mulai dari pembangunan bandara baru sampai perumahan. "Kami berharap pada pasar di sini," ujarnya di Yogyakarta, Rabu (23/11/2016).

Kebutuhan baja lapis ringan di Indonesia mencapai 1,3 juta ton per tahun, sedangkan Bluescope memiliki kapasitas produksi 250 ribu per tahun. Pertumbuhan baja ringan di Indonesia berkisar 5 persen per tahun. Permintaan produk di Jawa Tengah dan DIY, kata Simon, sekitar 10 persen dari produksi setiap tahunnya.

Ia mengungkapkan melalui Bluescope dapat mengedukasi konsumen tentang material baja ringan yang memiliki ketahanan lebih terhadap air hujan maupun terpaan sinar matahari. Sementara, kerja sama merek memudahkan konsumen mengidentifikasi produk, yakni pada bagian belakang produk mencantumkan Bluescope Zacs.

Bluescope pertama kali berdiri sekitar 50 tahun lalu di Australia. PT NS Bluescope Indonesia dibentuk pada 1994 dan bergerak sebagai produsen baja lapis logam datar dan baja bercat di Cilegon pada 1995.

Bluescope Indonesia mendirikan perusahaan patungan dengan Nippon Steel dan Sumitomo Metal Corporation pada 2013 untuk membawa akses ke teknologi baru dan membantu dalam mengembangkan jangkauan pelanggan yang lebih luas.

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Nur Andi Wijayanto mengatakan pada tahun ini, DPD REI DIY telah menargetkan pembangunan 2.200 unit rumah.

"Tapi belum ada rencana bangun rumah bersubsidi tahun ini karena harga lahan di Yogyakarta tinggi," tuturnya. Menurutnya, rumah bersubsidi tidak boleh dijual lebih dari Rp110 juta, padahal pertumbuhan harga tanah di Yogyakarta menempati tiga besar di Indonesia setelah Bali dan Jakarta.

Tercatat, REI DIY menyuplai 250 unit rumah subsidi pada 2012, 450 unit rumah pada 2013, 600 unit rumah pada 2014, dan tidak ada rumah bersubsidi yang dibangun pada 2015. (Switzy/Gdn)

Ā 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya