Menanti Kebijakan Trump, Ekonomi RI Diramal Tumbuh 5 Persen 2017

Prediksi tersebut lebih rendah dibanding asumsi pemerintah sebesar 5,1 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Des 2016, 15:37 WIB
Diterbitkan 13 Des 2016, 15:37 WIB

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Eko Listiyanto memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 5 persen di 2017 karena tekanan pengaruh faktor eksternal maupun internal . Prediksi tersebut lebih rendah dibanding asumsi pemerintah sebesar 5,1 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

"Kami prediksi ekonomi Indonesia tahun depan 5 persen," kata Eko saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (13/12/2017).

Dijelaskan Eko, perekonomian Indonesia tahun depan masih dibayang-bayangi ketidakpastian kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Seluruh pelaku pasar, sambungnya, menanti realisasi kabinet dan kebijakan Trump 100 hari ke depan.

"Pelaku ekonomi global menunggu kabinet Trump akan seperti apa. Sama seperti di Indonesia, 100 hari kinerjanya akan jadi indikator seperti apa jalannya kebijakan tersebut," ucapnya.

Dia melanjutkan, Donald Trump dalam kampanyenya menggaungkan kebijakan proteksi dan menggalakkan kembali pembangunan infrastruktur. Tujuannya supaya ekonomi AS bangkit dari kelesuan, sehingga upaya pemerintah AS akan lebih mementingkan domestiknya.

"Secara retorika ini menarik, apalagi Trump yang bikin. Tapi kan Trump ini pengusaha, bukan politisi yang pengalaman dalam mengelola pemerintahan belum ada. Konsep yang ditawarkan dalam upaya pembangunan jadi pertanyaan besar, sehingga masih ada ketidakpastian ekonomi di AS, masih ada gejolak," Eko mengatakan.

Sementara faktor internal, terang dia, proyeksi ekonomi nasional 5 persen mempertimbangkan kondisi dalam negeri, terutama dari konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi andalan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga, tambah Eko, diramalkan bertumbuh 5 persen di 2017.

"Karena daya beli masyarakat belum ada peningkatan, ini yang akan menjadi tantangan utama. Sampai saat ini belum ada titik terang bagaimana pemerintah memperbaiki daya beli masyarakat di 2017 di tengah kondisi kelesuan ini," Eko memaparkan.

Lebih jauh katanya, masyarakat diprediksi semakin terbebani dengan kenaikan harga minyak akibat pemangkasan produksi minyak dunia dari anggota OPEC. Pasalnya, tidak ada lagi subsidi bahan bakar minyak (BBM) di APBN, kecuali untuk Solar.

"Tidak ada subsidi lagi, sehingga semua dampak dari ekonomi global khususnya kenaikan harga minyak dunia akan menghantam masyarakat. Ditambah lagi, kenaikan harga barang, penyesuaian tarif tenaga listrik 900 VA karena subsidi dihapus. Jadi mereka yang kena imbasnya," tutur Eko.

Dia menambahkan, sumber pertumbuhan ekonomi lainnya investasi dan konsumsi pemerintah tidak akan banyak berubah di tahun depan. Investasi diperkirakan bertumbuh sama dengan tahun ini karena ada tantangan dari pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 2017.

"Kalau pilkada dimenangkan oleh orang-orang baru, pasti akan ada penyesuaian, izin investasi bisa molor, pembebasan lahan bisa terganggu dan berdampak ke investasi di daerah. Juga konsumsi pemerintah pertumbuhannya tidak akan jauh beda atau di bawah 10 persen ke pertumbuhan ekonomi," tandas Eko.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya