Harga Pangan Tinggi, Pedagang Bantah Ambil Untung Besar

Bukan hanya kalangan konsumen yang mengeluh tingginya harga komoditas pangan dalam beberapa waktu belakangan.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 24 Feb 2017, 09:45 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2017, 09:45 WIB
Peningkatan produksi dan pengaturan tata kelola bahan pokok oleh pemerintah diharapkan menjadi solusi dalam menangani masalah harga sembako.
Peningkatan produksi dan pengaturan tata kelola bahan pokok oleh pemerintah diharapkan menjadi solusi dalam menangani masalah harga sembako.

Liputan6.com, Jakarta Bukan hanya kalangan konsumen yang mengeluhkan tingginya harga komoditas pangan dalam beberapa waktu belakangan. Pedagang, petani, dan peternak juga mengeluhkan hal yang sama.

Bagi mereka, harga yang tinggi mengikis pendapatan. Pasalnya, daya beli masyarakat pun menurun. Pedagang pasar meminta ada langkah strategis untuk menstabilkan harga ini. “Mestinya Bulog cepat turun tangan dengan cara mengintervensi pasar, sehingga harga bisa stabil,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (DPP ASPARINDO) Joko Setiyanto di Jakarta, Jumat (24/2/2017).

Joko menolak disebut sebagai pihak yang mendapatkan untung paling tinggi saat harga komoditas pangan melonjak. Paling tinggi, tuturnya, pedagang eceran hanya mengambil untuk 15 persen.

"Jika tidak jeli mengikuti perubahan harga, malah bisa merugi," katanya.

Salah satu komoditas pangan yang harganya kerap naik adalah gula. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen melihat salah satu penyebab harga komoditas naik, terutama gula, adalah adanya persoalan pola tanam.

“Ada beberapa daerah surplus, daerah lain kekurangan, dan langkah Kemendag mendatangkan barang kebutuhan pokok dari sejumlah daerah surplus sudah tepat,” ujar Soemitro.

Menurut Soemitro, persoalan tingginya disparitas harga dari petani ke konsumen juga bukan semata karena panjangnya rantai distribusi. Ia menyebut sejumlah masalah, seperti maraknya praktik pungli, faktor cuaca, transportasi, dan tata kelola pertanian nasional yang memaksa petani menaikkan harga jual, tapi tidak otomatis menguntungkan petani.

“Jika Bulog cepat tanggap, kisruh pasokan dan harga pangan bisa diredam,” pungkasnya.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya