Produksi AS Meningkat, Mampukah Harga Minyak Merangkak Naik?

Analis Citi berpendapat harga minyak bisa kembali menguat ke level US$ 70 per barel di akhir tahun ini.

oleh Arthur Gideon diperbarui 27 Feb 2017, 06:31 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2017, 06:31 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Berapa rata-rata harga minyak mentah tahun ini? Analis dari ABN Amro menyatakan bahwa harga minyak bakal kembali ke level US$ 30 per barel jika negara-negara yang tergabung dalam organisasi eksportir minyak atau The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) tidak terus memangkas produksi.

Sedangkan analis Citi berpendapat harga minyak bisa kembali menguat ke level US$ 70 per barel di akhir tahun ini. Prediksi berbeda diberikan oleh Bank of America Merrill Lynch yang memilih jalan tengah dengan memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran US$ 50 barel.

Mengutip Yahoo Finance, Senin (27/2/2017), secara jangka panjang atau hingga 2022 nanti, Bank of America Merrill Lynch memperkirakan minyak mentah akan berada pada rentang harga US$ 50 per barel hingga US$ 70 per barel.

Perkiraan yang berbeda antara satu lembaga keuangan dengan lembaga keuangan lainnya tersebut membuat para pedagang atau pelaku pasar cukup bingung. Namun secara garis besar jika dilihat dari faktor fundamental, harga minyak mentah memang ada kemungkinan untuk merangkak naik, meskipun sangat pelan.

Perjanjian OPEC telah berjalan hampir dua bulan ini. Dalam kesepakatan awal OPEC memastikan akan memangkas produksi global sebesar 1,8 juta barel per hari. OPEC menjanjikan pemotongan tersebut akan berlangsung selama enam bulan atau sejak awal tahun hingga akhir Juni nanti.

Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih mengatakan bahwa kesepakatan pengurangan produksi berjalan dengan baik. "Kepatuhan dari negara-negara anggota OPEC benar-benar fantastis," jelas dia.

Selain OPEC, beberapa negara produsen minyak yang tak bergabung dengan organisasi tersebut Seperti Rusia dan Oman juga berjanji akan mengurangi produksi. Rusia berjanji mengurangi produksi rata-rata 300 ribu barel per hari. Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan bahwa target pengurangan produksi tersebut bakal tercapai pada April atau Mei nanti.

Namun sayangnya, Stok minyak mentah di pasar belum berkurang jauh. Sebaliknya, Stok minyak mentah di Amerika Serikat (AS) justru meningkat 39 juta barel menjadi 518 juta barel sejak OPEC memulai pemotongan produksi pada Januari lalu.

Melihat kondisi tersebut Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengaku akan menyiapkan stategi lain. Meskipun sejak pengurangan produksi OPEC, harga minyak berangsur naik ke level US$ 55 per barel, tetapi kenaikan produksi AS tersebut perlu diwaspadai.

Negara tersebut tidak hanya menambah sumur minyak yang beroperasi tetapi juga meningkatkan produksi minyak seiktar 500 ribu bare per hari sejak Oktober 2016.

Analis Bank of America Merrill Lynch’s dalam catatannya kepada nasabah menuliskan bahwa kenaikan harga minyak tidak bisa dipandang secara jangka pendek. Kesembangan baru akan tercipta secara jangka panjang. Dalam hitungan lembaga tersebut, keseimbangan baru tercapai pada 2022 dan saat itu harga minyak akan berada di level tertinggi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya