Begini Modus Culas Penyelundup Ekspor Produk Tekstil

Ada 3 kasus pelanggaran ekspor produk tekstil yang berhasil digagalkan Ditjen Bea Cukai bekerja sama dengan PPATK.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Mei 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2017, 16:30 WIB
20170503-Sri Mulyani Ungkap Penyelundupan Tekstil Ilegal-Jakarta
Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan membongkar kasus penyelundupan tekstil, di Jakarta, Rabu (3/5). Pelanggaran ini dilakukan dengan modus pemberitahuan barang yang tidak sesuai dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan beberapa modus perusahaan yang menyelundupkan ekspor produk tekstil dari tiga kasus pelanggaran ekspor.

Modus-modus yang dipakai ini tentu untuk mengelabui petugas Bea Cukai dan ujung-ujungnya praktik kejahatan ini berpotensi merugikan negara.

Ada tiga kasus pelanggaran ekspor produk tekstil yang berhasil digagalkan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam kurun waktu 2016-2017.

Ketiganya menggunakan modus berbeda dalam upaya penyelundupan ekspor tersebut. Pertama PT SPL yang berlokasi di Bandung.

Perusahaan ini menggunakan modus pemberitahuan barang yang tidak sesuai dengan yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Di dalam dokumen PEB, SPL akan memasok 4.038 roll kain putih ke negara Turki, Uni Emirate Arab (UEA), dan lainnya.

"Dari informasi Bea Cukai Jawa Barat dan hasil analisa Bea Cukai Tanjung Priok, setelah dilakukan penindakan, penyelidikan, dan pemeriksaan hanya kedapatan 583 roll kain dari 4.038 roll. Jelas perbuatan ini membobol keuangan negara," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers di halaman Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Sri Mulyani menuturkan, Bea Cukai bekerja sama dengan Polri, PPATK, dan ditindaklanjuti Ditjen Pajak, eksportir biasanya akan meminta restitusi atau pengembalian pajak. Namun akhirnya berhasil terbongkar.

"Empat kontainer berisi kain putih nampaknya penuh, tapi isinya ternyata hanya seperdelapan saja. Sisanya diisi dengan banyak plastik berisi air supaya berat mencapai 4.083 roll kain," jelas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Kemudian, telah ditetapkan dua orang tersangka berinisial FL dan BS atas kasus ini. Sementara perusahaan dijerat dengan Pasal 103 huruf a atau pasal 102 huruf f UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Potensi kerugian negara yang diakibatkan dari pelanggaran ini diperkirakan sebesar Rp 118 miliar. Dan sudah dilakukan penyitaan terhadap 16 rekening bank, tanah, bangunan, mesin tekstil, apartemen, dan polis asuransi," tegas Sri Mulyani.

Kasus kedua, Sri Mulyani menyebutkan, Bea Cukai Tanjung Priok bekerja sama dengan Kepolisian Resort Tanjung Priok, Bea Cukai Bandung, dan Kanwil Bea Cukai Jawa Barat berhasil menggagalkan upaya ekspor tekstil, berupa gorden atau tirai sebanyak tiga kontainer tujuan Brasil.

"Setelah diperiksa petugas, kedapatan berupa air dalam plastik yang kemudian dibungkus lagi dengan kain dan karton," ujar Sri Mulyani.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, tiga kontainer tersebut milik PT LHD, sebuah perusahaan penerimaan fasilitas Kawasan Berikat yang berada di wilayah Bandung. Perkiraan nilai barang sekitar Rp 7 miliar dan sudah membekuk satu orang tersangka YT, oknum LHD.

Tersangka dijerat dengan pasal 103 huruf a dan pasal 102A huruf d UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara kasus pelanggaran ketiga, Sri Mulyani menuturkan, ada PT WS yang berlokasi di Bogor. Petugas Bea Cukai berhasil menggagalkan laju lima unit truk milik PT WS yang mengangkut barang tekstil dan produk tekstil (TPT) dari Kawasan Berikat.

"Seharusnya produk tekstil itu ditujukan untuk ekspor, tapi malah dibongkar di Pondok Gede, Bekasi. Dijual di sini. Jadi ada pembongkaran atau penimbunan barang tidak pada tempat yang ditentukan. Ini modus lain," ujar dia.

Atas penindakan tersebut, PT WS dijerat dengan pasal 102A huruf d UU Nomor 10 Tahun 1995 jo. UU Nomor 17 Tahun 2006 karena membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin Kepala Kantor Pabean jo. pasal 55 KUHP. Salah seorang tersangka berinisial KH sudah diamankan petugas.

"Saya sudah menginstruksikan Dirjen Bea Cukai untuk mengawasi dan mengevaluasi seluruh Kawasan Berikat agar upaya pemerintah untuk mendukung banyak pengusaha dimudahkan, tapi bagi yang melanggar ada tindakan tegas," tegas Sri Mulyani.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi menjelaskan, PT SPL mengaku akan mengekspor 4.083 roll kain. Akan tetapi faktanya hanya 583 roll atau seperdelapannya. Sisanya dicurangi dengan mengisi air supaya berat setara dengan 4.083 roll.

"Kenapa cuma seperdelapan? Karena yang tujuh perdelapannya dijual di domestik. Tapi dia memberitahukan seakan-akan semua sudah direalisasikan ekspornya," dia menjelaskan.

Modus yang dilakukan para penyelundup ekspor tersebut, kata Heru, eksportir ini mengimpor bahan baku dalam bentuk benang. Lalu kemudian diproduksi di dalam negeri menjadi kain, dan kain ini harus diekspor supaya benang atau bahan baku ini tidak dikenakan pungutan bea masuk.

"Tapi yang mereka ekspor bukan kain, tapi air. Kenapa air? Karena mereka harus menyesuaikan berat ekspor tekstil satu kontainer itu, supaya beratnya sampai dan petugas bea cukai tidak curiga. Tapi analis-analis kami bisa membuktikannya dan tidak bisa lolos," papar dia.

Sedangkan untuk PT WS, Heru mengakui, perusahaan tersebut mendapatkan fasilitas kemudahan saat bahan baku masuk di KB dengan kewajiban mereka harus ekspor. "Akan tetapi di tengah jalan mereka belok, dan masuk ke pasar, makanya kami tangkap," kata Heru.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya