Neraca Dagang April Surplus US$ 1,24 Miliar

Surplus dipicu surplus sektor nonmigas US$ 1,87 miliar, sementara neraca perdagangan di sektor migas defisit US$ ‎634,2 juta.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Mei 2017, 11:51 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2017, 11:51 WIB
Sejumlah truk peti kemas di area JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10).(Liputan6.com/Angga Yuniar)
Sejumlah truk peti kemas di area JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca perdagangan April 2017 mencapai US$ 1,24 miliar. Hal ini dipicu surplus sektor nonmigas US$ 1,87 miliar, sementara neraca perdagangan di sektor migas defisit US$ ‎634,2 juta.

Kepala BPS Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk, mengatakan kinerja nilai ekspor nasional pada April  2017 mencapai US$ 13,17 miliar atau lebih tinggi dari realisasi impor di periode yang sama sebesar US$ 11,93 miliar.

"Terjadi surplus perdagangan di April ini sebesar US$ 1,24 miliar‎," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Berdasar data BPS, neraca perdagangan bulanan di April ini sebesar US$ 1,24 miliar. Angka ini lebih rendah dibanding tiga bulan sebelumnya yakni pada Januari, Februari, Maret 2017 yang masing-masing US$ 1,43 miliar, US$ 1,26 miliar, dan US$ 1,40 miliar.

Lebih rinci Kecuk menjelaskan, kinerja ekspor Indonesia susut 10,30 persen di April ini menjadi US$ 13,17 miliar dibanding Maret 2017. Sementara dibandingkan April 2016 yang sebesar US$ 11,69 miliar, nilai ekspor meningkat 12,63 persen.

Adapun total ekspor sepanjang Januari-April ini mencapai US$ 53,86 miliar, naik 18,63 persen daripada periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$ 45,40 miliar. Ekspor nonmigas tumbuh lebih tinggi 19,14 persen dari US$ 41,05 miliar menjadi US$ 48,90 miliar.

"Sejak April 2012, total ekspor di April memang cenderung lebih kecil dibanding Maret. Ini pattern biasanya," Kecuk menerangkan.

Dilihat dari kinerja impor, nilai di April 2017 turun 10,20 persen menjadi US$ 11,93 miliar dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan dibanding April 2016 yang realisasinya US$ 10,81 miliar, nilai impor bulan keempat ini meningkat 10,31 persen. Penurunan impor terbesar di sektor migas sebesar 29,25 persen.

Secara kumulatif, impor Januari-April 2017 mencapai US$ 48,53 miliar atau naik 13,51 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 42,76 miliar. Kinerja impor nonmigas naik 7,59 persen dari US$ 37,50 miliar di Januari-April 2016 menjadi US$ 40,34 miliar di periode yang sama 2017.

"Jadi surplus di Januari-April 2017 mencapai US$ 5,33 miliar, karena surplus nonmigas US$ 8,56 miliar dan migas defisit US$ 3,23 miliar. Realisasi surplus kumulatif ini jauh lebih besar sejak Januari-April 2015," Kecuk mengatakan.

Realisasi neraca perdagangan ini lebih tinggi dari prediksi ekonom. Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia di April ini sekitar US$ 755,85 juta. ‎"Neraca perdagangan April diperkirakan surplus US$ 755,85 juta," katanya saat dihubungi Liputan6.com.

Josua memproyeksikan, kinerja ekspor di April ini tumbuh 21 persen, sementara pertumbuhan impor diramalkan lebih tinggi sebesar 21,42 persen (year on year/Yoy). Jika dibanding Maret 2017 yang sebesar US$ 1,23 miliar, prediksi neraca dagang di April ini justru merosot signifikan.

"Penurunan surplus perdagangan dipengaruhi laju ekspor yang tumbuh lebih rendah dari laju impor," ujarnya.

Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat dari bulan sebelumnya, diakui Josua, dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Jepang.

"Juga karena laju pertumbuhan harga komoditas ekspor, seperti minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan karet alam mengalami perlambatan, kecuali komoditas batu bara," dia menjelaskan.

Sedangkan laju impor, sambungnya, terus meningkat karena adanya kenaikan aktivitas manufaktur Indonesia, di samping peningkatan kegiatan investasi yang mengerek impor pada April ini.

"Kalau untuk impor jelang puasa belum terlalu besar pengaruhnya. Impor bahan pangan untuk mengantisipasi Ramadhan baru terjadi di Mei," tutur Josua.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya