Kriteria yang Harus Dipertimbangkan DPR saat Pilih Pimpinan OJK

Masih ada beberapa kasus-kasus investasi yang terjadi di pasar modal tidak pernah diselesaikan secara tuntas hingga pengadilan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 31 Mei 2017, 10:15 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2017, 10:15 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Rabu (4/11/2015). OJK memastikan enam peraturan berkaitan dengan pasar modal syariah diterbitkan sebelum 2015 berakhir. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah mengumpulkan berbagai masukan dari seluruh pihak sebelum melaksanakan proses fit and proper test atau uji kelayakan calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK‎) untuk periode 2017-2022. Pemerintah telah mengajukan 14 nama untuk menjalani fit and proper test di DPR RI. 

Terkait proses seleksi tersebut, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) meminta kepada DPR untuk mempertimbangkan beberapa kriteria dalam memilih para calon pemimpin di lembaga yang bertugas sebagai otoritas di industri keuangan tersebut.

Ketua Umum HKHPM Indra Safitri mengatakan, salah satu kriteria yang harus menjadi pertimbangan DPR RI adalah pemimpin OJK harus tegas dan memiliki integritas. Tegas ini diperlukan untuk bisa menyelesaikan berbagai pelanggaran yang dilakukan beberapa perusahaan terutama di pasar modal.

Menurut dia, sampai saat ini masih ada beberapa kasus-kasus investasi yang terjadi di pasar modal tidak pernah diselesaikan secara tuntas hingga pengadilan.

“Penegakan hukum dan perlindungan konsumen sejak adanya OJK tidak terlalu banyak berubah dengan Bapepam-LK. Malah Bapepam-LK lebih fokus dan mereka punya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang mengerti masalah yang dihadapi,” jelas Indra kepada wartawan, Rabu (31/5/2017).

Indra mencontohkan kasus transaksi semu saham PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) yang terjadi di akhir 2015 dan merugikan investor lebih dari Rp 400 miliar. Kemudian kasus penggelapan dana nasabah oleh AAA Sekuritas hingga senilai lebih dari Rp 700 miliar. Masih ada juga kasus Sarijaya Permana Sekuritas di 2009 yang merugikan investor lebih dari Rp 250 miliar dan hingga kini tetap gelap penyelesaiannya.

Di tahun 2016, kembali mencuat kasus penggelapan dana nasabah oleh pegawai Relience Sekuritas dan Magnus Kapital. Belum tuntas penyelesaian kasus Reliance, masyarakat kembali dihebohkan dengan kasus investasi bodong Pandawa yang diduga telah merugikan investornya hingga Rp 1,5 triliun lebih.

Indra pun berharap pengawasan dan penindakan hukum di pasar modal akan membaik, meski saat ini tengah dilakukan penyaringan Dewan Komisioner OJK yang baru untuk periode 2017-2022.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Frangky Welirang menilai calon DK OJK harus mewakili pasar modal. Selain itu, kata Franky, selama ini DK OJK yang berkuasa terlihat berusaha ikut campur terhadap pasar modal. Contohnya dalam hal pemilihan komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI).

“Ikut campurnya OJK dalam pemilihan komisaris BEI menunjukkan adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan UU OJK dan UU Pasar modal. Hal ini tidak boleh terjadi lagi,” tegasnya.

Dalam nama-nama yang diajukan Presiden Jokowi ke DPR RI, Nurhaida menjadi satu-satunya DK OJK petahana, dimana saat ini dia membawahi pasar modal. Tentunya, berbagai persoalan ini dianggap Welirang menjadi PR besar yang harus diselesaikan Nurhaida atau penggantinya nanti. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya