Harga Gula India Jauh Lebih Murah Dibanding RI, Ini Rahasianya

Saat ini, harga produk gula di India dibanderol Rp 6.500-7.000 per kg, sedangkan di Indonesia Rp 12.500 per kg.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Jul 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2017, 10:00 WIB
gula-pasir
Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta, Selasa (14/2). Kesepakatan pembatasan harga eceran gula pasir atau gula kristal putih bakan dilaksanakan bulan depan oleh pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Teknologi India memproduksi gula jauh lebih maju ketimbang Indonesia. Hasilnya, harga gula di negara tersebut juga jauh lebih murah jika dibandingkan Indonesia.

Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi, Syukur Iwantoro, mengatakan rahasia murahnya gula di negara tersebut lantaran pola operasi pabrik-pabrik di India yang tidak hanya fokus menghasilkan gula, tetapi juga produksi listrik dari sisa ampas tebu. Bahkan, hasil penjualan listrik ini menjadi pendapatan utama bagi para produsen gula di negara Bollywood tersebut.

"Di India kenapa gula murah? Karena pabrik gula di sana itu selain menghasilkan gula, juga menghasilkan listrik. Jadi pendapatan utamanya dari listrik. Sedangkan gula itu jadi pendapatan sampingan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (8/7/2017).

Menurut Syukur, saat ini harga produk gula di India dibanderol Rp 6.500-7.000 per kilogram (kg). Sedangkan di Indonesia, harga gula mencapai Rp 12.500 per kg. Itu pun harus melalui intervensi pemerintah dengan kebijakan harga eceran tertinggi (HET).

"Sehingga harganya bisa jauh lebih murah dari yang ada saat ini. Kalau harga eceran yang diterapkan pemerintah kan Rp 12.500, di India hanya Rp 6.500, paling mahal Rp 7.000. Nanti pabrik gula PTPN (Perkebunan Nusantara) akan jauh ketinggalan, karena itu kan peninggalan jaman Belanda," kata dia.

Oleh sebab itu, Syukur menyambut positif masuknya investor asal India yang mau membangun pabriknya di Indonesia. Dengan demikian, investor lokal bisa mengikuti jejak produsen gula India tersebut untuk mengembangkan pembangkit listrik, selain memproduksi gula.

"Selama ini pabrik gula kita tidak melakukan desertifikasi seperti itu. Jadi ini suatu terobosan. Jadi selain menghasilkan gula, juga menghasilkan energi terbarukan. ‎Teknologi ini mereka ingin bawa ke sini, ini kan sangat menguntungkan kita. Kalau pabrik-pabrik gula kita menghasilkan listrik, kita dapat tambahan energi terbarukan dari pabrik gula," tandas dia.

Diberitakan sebelumnya, tiga investor India akan membangun pabrik gula di Indonesia pada tahun ini. Tidak hanya sekadar pabrik gula, rencananya fasilitas produksi tersebut juga mampu menghasilkan listrik dari energi terbarukan.

Ketiga investor tersebut, yaitu PT Hermes Indonesia, PT Sudevam dan PT Ghuru. Selain membuat pabrik gula, ketiganya juga mengembangkan pembangkit listrik yang bahan bakunya berasal dari ampas tebu.

PT Hermes akan membangun pabriknya di Sampit, Kalimantan Tengah di atas lahan seluas 50 ribu hektar (ha). Nilai investasinya sekitar Rp 2,6 triliun. Kemudian, PT Sudevam akan membangun pabrik di Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) di atas lahan seluas 20 ribu ha. Nilai investasi pabrik ini mencapai Rp 2,6 triliun.

Sedangkan PT Ghuru akan membangun pabriknya di Sulawesi Tengah di atas lahan seluas Rp 30 ribu ha, dengan nilai investasi sekitar Rp 1,6 triliun.‎ Masing-masing pabrik diperkirakan ‎mampu menghasilkan listrik antara 15-20 megawatt (MW).

Ketiga pabrik tersebut rencananya akan mulai melakukan groundbreaking pembangunan pabriknya pada tahun ini. Diharapkan, pada 2019 pabrik-pabrik tersebut telah bisa beroperasi.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya