Trik Beri Uang Jajan kepada Anak Baru Masuk Sekolah

Sebaiknya anak mulai dikenalkan mengelola uang sejak dini agar lebih bijak menggunakan uang di masa depan.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Jul 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2017, 08:15 WIB
Ilustrasi anak baru masuk sekolah
Ilustrasi anak baru masuk sekolah

Liputan6.com, Jakarta - Tahun ajaran baru dimulai pertengahan tahun ini. Bagi Anda memiliki anak yang mulai masuk sekolah dasar (SD) sibuk dengan sejumlah persiapan mulai dari seragam, buku pelajaran, dan mengantarkan anak ke sekolah.

Tak lupa juga orangtua mulai memberikan uang jajan kepada anak, terutama anak baru masuk sekolah dasar. Perencana keuangan menilai agar seseorang dapat mengelola keuangan dengan baik ke depannya bisa diajarkan sejak dini. Momen mulai masuk sekolah ini dinilai kesempatan untuk mengenalkan pengelolaan uang kepada anak.

"Pemberian uang saku bisa jadi media pembelajaran dan pengalaman untuk anak dalam mengelola uang," tutur Perencana Keuangan PT Mitra Rencana Edukasi Mike Rini, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (13/7/2017).

Lebih lanjut ia menuturkan, orangtua dapat memberikan uang saku ini dengan motivasi agar anak juga dapat mengelola uang dengan baik ke depannya. Oleh karena itu, orangtua juga perlu memberikan pengarahan kepada anak saat memberikan uang saku.

Mike mengatakan, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan ketika memberikan uang saku kepada anak. Pertama, jumlah uang saku diberikan kepada anak. "Besar kecilnya uang saku diberikan tergantung berapa usia dan level pendidikan anak," ujar dia.

Selain itu, menurut Mike, orangtua juga dapat bertanya kepada orangtua lain mengenai jumlah uang saku diberikan kepada anak. Untuk jumlah itu juga bergantung dari variabel uang transportasi, jajan dan biaya tak terduga. Mike mengatakan, bila sekolah dekat rumah dan tidak ada naik angkutan umum, uang transportasi bisa dihilangkan sehingga hanya beri uang jajan. Namun sebaliknya, bila menggunakan angkutan umum ditambahkan uang transportasi.

"Kalau di sekolah ada yang sudah diberikan makan siang, transportasi ada jemputan, orangtua juga dapat beri uang saku tetapi arahkan uang saku itu untuk ditabung," kata dia.

Kedua, frekuensi pemberian uang saku. Mike menuturkan, biasanya kalau anak mulai masuk sekolah dasar orangtua bisa berikan uang saku secara harian. Kemudian ketika usia anak dan level pendidikan meningkat, orangtua bisa ujicoba untuk frekuensi pemberian uang saku.

Mike menuturkan, bila uang saku diberikan secara bulanan, kemudian uang saku habis di tengah bulan sebaiknya ada sanksi diberikan kepada anak. Kemudian orangtua mencoba memberi uang saku seharian, bila sang anak tak bisa diberikan uang saku secara bulanan.

"Orangtua bisa trial and error untuk frekuensi pemberian uang saku. Orangtua juga perlu lakukan evaluasi frekuensi pemberian uang saku," kata dia.

Ketiga, perhatikan jadwal pemberian uang saku. Mike menuturkan, anak juga membutuhkan kestabilan, misalkan waktu pemberian uang saku. Menurut Mike, orangtua bisa menetapkan jadwal pemberian uang saku, seperti saat menerima gaji. "Misalkan uang saku diberikan bulanan seperti gaji. Misalkan setiap tanggal 25. Jadi berikan uang saku sebulan sekali," ujar dia.

Lewat pemberian uang saku yang terjadwal, menurut Mike anak juga sudah belajar membuat anggaran. Faktor keempat yang diperhatikan yaitu sistem pengaturan uang saku. Dengan sistem pengaturan uang saku, anak dinilai belajar untuk mengatur keuangan ke depannya. "Misalkan alokasi apa saja uang sakunya. Ada transportasi, uang jajan, dan amal," kata dia.

Mike menambahkan, ketika anak sudah diajarkan mengelola uang bertahap sejak dini diharapkan berdampak ke fase selanjutnya. Tahap ini mengenalkan tujuan mengelola keuangan, misalkan tujuan menabung.

 

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya