Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 4,5 Persen

BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 22 Agu 2017, 18:48 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2017, 18:48 WIB
20151117-Gubernur BI Gelar Konferensi Pers Triwulan III Bank Indonesia
Deputi Gubernur BI Senior Mirza Adityaswara (kiri) bersama Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo berbicang saat menggelar konferensi pers Triwulan III Bank Indonesia (BI) di Gedung BI, Jakarta, Selasa (17/11/2015). (Liputan6.com/Angga Yunia)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Keputusan tersebut berlaku efektif mulai 23 Agustus 2017.

Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, dalam rapat yang berlangsung pada 21 dan 22 Agustus, Dewan Gubernur BI memutuskan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) turun  menjadi sebesar 4,5 persen dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 basis poin menjadi 3,75 persen dan Lending Facility turun 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen.

"Penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga instrumen moneter lainnya. Kebijakan moneter dengan rendahnya perkiraan inflasi 2017 dan 2018 di kisaran yang diperkirakan. Tetap terkendalinya neraca berjalan," jelas dia di Gedung BI Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Agus menambahkan, risiko eksternal dengan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve dan pengurangan neraca bank sentral AS juga menjadi perhatian. Meski demikian, Indonesia masih tetap menarik di tengah perbedaan suku bunga dalam negeri dan luar negeri.

"Penurunan suku bunga diharapkan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," ujar dia.

Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terutama normalisasi neraca bank sentral AS, maupun domestik terutama konsolidasi korporasi dan perbankan yang masih berlanjut.

"Untuk itu, BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tutur dia.

BI juga akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan dan reformasi struktural berjalan baik sehingga menopang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Sebelumnya, Direktur PT Bahana Asset Management Budi Hikmat menuturkan, BI akan tetap mempertahankan suku bunga di posisi 4,75 persen. Hal itu mengingat kondisi pertumbuhan kredit bank masih lambat.

Oleh karena itu, Budi menilai BI menjaga daya beli masyarakat Indonesia dengan kebijakan makro prudensial ketimbang menurunkan suku bunga acuan.

"BI akan memberikan pelonggaran tetapi bukan lewat suku bunga bisa dengan instrumen makro prudensial lewat loan to value ratio yakni menurunkan uang muka properti dan kendaraan. Selain itu juga lewat giro wajib minimum. BI belum akan turunkan suku bunga," jelas dia saat dihubungi Liputan6.com.

Budi menuturkan, kebijakan mendorong ekonomi lewat makro prudensial lebih berdampak terhadap ekonomi. "Instrumen makro prudensial lebih kuat dampaknya," tegas Budi.

Hal senada dikatakan Ekonom Bank DBS Ltd Gundy Cahyadi. Ia menuturkan, Bank Indonesia masih tetap pertahankan suku bunga acuan. Hal itu mengingat pertumbuhan ekspor terutama manufaktur masih terbatas. Selain itu juga agar menciptakan kondisi keuangan yang stabil.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya