Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak tiga investor menyatakan minat untuk membangun pesawat R-80, buatan Indonesia. Nilai investasi untuk membangun pesawat tersebut di atas US$ 1 miliar.
Komisaris PT Regio Aviasi Industri (RAI) Ilham Habibie masih enggan menyebut investor tersebut. "Ada 3, Indonesia enggak ada yang membuat pesawat, selain PTDI. Beda, kalau PTDI kalau menurut saya sebaiknya menjadi partner di pihak kita sama-sama perusahaan Indonesia," kata di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Dia memperkirakan, keputusan untuk menggandeng mitra itu pada 2018. Dengan begitu, pesawat bisa uji terbang pada 2022.
Advertisement
Baca Juga
"Tahun depan mestinya selesai. Biar bisa on target pesawat terbang 2021-2022 kan tinggal 4 tahun. Sampai terbang belum sertifikasi," ujar dia.
Dia menambahkan, untuk sertifikasi membutuhkan waktu setahun hingga satu setengah tahun. Setelah itu, produk tersebut dipasarkan ke pelanggan.
Meski begitu, dia menuturkan, investasi di pesawat berbeda dengan investasi di bidang lain. Lantaran, risiko dan pendapatan ditanggung bersama.
"Jadi investor ambil bagian, tapi dia menanggung biaya sendiri. Risk and revenue sharing. Jadi menanggung risiko menanggung revenue. Kalau menjual, dia mendapat bagian daripada pendapatan," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Ilham Habibie Angkat Bicara soal Donasi Peawat R-80
Masyarakat bisa berpartipasi dalam membangun pesawat dalam negeri yakni R-80. Pasalnya, PT Regio Aviasi Industri (RAI) menggagas penggalangan dana melalui Kitabisa.com.
Komisaris PT Regio Aviasi Industri (RAI) Ilham Habibie mengatakan, penggalangan dana ini sejatinya bukan semata-mata untuk membangun pesawat. Namun, untuk mencari dukungan untuk membangun pesawat tersebut.
"Buat kami crowdfunding lebih untuk menunjukkan kepada siapa pun bahwasanya rakyat mendukung. Namanya donasi, bukan investasi," kata dia saat berkunjung di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Ilham tak mengetahui posisi terakhir dana yang terkumpul. Namun, antusias masyarakat sangat besar.
"Crowdfunding donasi, jadi terus terang enggak tahu status terakhirnya, tapi dalam seminggu kita sudah mengumpulkan Rp 1,3 miliar. Cepat sekali," ujar dia.
Ilham menuturkan, meski dana yang terkumpul relatif besar, itu tak akan cukup untuk menutup biaya pembangunan pesawat yang sangat besar. Menurut Ilham, biaya yang dibutuhkan untuk membangun pesawat di atas US$ 1 miliar.
"US$ 1 miliar ke atas, di antara US$ 1,1 miliar-1,5 miliar," ujar dia.
Di Amerika Serikat (AS) saja, kata dia, penggalangan dana belum pernah mencapai US$ 100 juta.
"Crowdfunding bukan untuk kebutuhan, ada kebutuhan tentunya, tidak akan mungkin bisa mengumpulkan US$ 1 miliar dengan crowdfunding. Dengan crowdfunding di dunia, di AS bisa puluhan juta dolar tapi lebih US$ 100 juta belum pernah ada. Itu di AS di mana peraturannya lebih progresif, ekonomi lebih kaya jadi partisipasinya lebih substansial," kata dia.
Advertisement