Sri Mulyani: Kenaikan Cukai Rokok Sudah Pikirkan Nasib Pekerja

Pemerintah menaikkan tarif cukai ‎hasil tembakau atau rokok rata-rata sebesar 10,04 persen pada 2018.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Okt 2017, 12:32 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2017, 12:32 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut ada empat aspek yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok sebesar 10,04 persen per 1 Januari 2018. Salah satunya, pertimbangan tentang nasib tenaga kerja di industri rokok. 
 
"Aspek pertama, tenaga kerja mereka yang kerja di sektor hasil tembakau, mulai petani sampai mereka yang kerja di pabrik rokok," kata Sri Mulyani di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, ‎Rabu (24/10/2017). 
 
 
Aspek kedua, ia menambahkan, adalah kesehatan. Aspek ketiga dari sisi penanganan rokok ilegal. Sri Mulyani menjelaskan, jika banyak orang dengan mudah memproduksi rokok ilegal, maka industri rokok legal akan kalah bersaing. 
 
"Aspek terakhir, penerimaan negara. Kami akan tetap mencari keseimbangan antara ke empat aspek itu," kata Sri Mulyani.
 
Pemerintah menaikkan tarif cukai ‎hasil tembakau atau rokok rata-rata 10,04 persen pada 2018. Penyesuaian ini sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Kamis (19/10/2017). 
 
"Kenaikannya tidak besar, persisnya 10,04 persen. Tapi bukan untuk sekarang (tahun ini), tapi memang sudah ada di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya. 
 
Menurut Darmin, penentuan besaran tarif cukai rokok sebesar 10,04 persen merupakan rata-rata tarif. Artinya ada perbedaan kenaikan tarif cukai antara yang masuk kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).
 
"‎Kan ada 12 layer. Nah, ditetapkan 10,04 persen itu rata-rata. Sehingga ada yang (tarif) di atas dan di bawah. Beda SKT dengan SKM," dia menambahkan. 
 
Darmin menilai, kenaikan tarif cukai rokok tahun depan dengan rata-rata 10,04 persen masih tergolong rendah. Untuk diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menaikkan tarif cukai rata-rata 10,54 persen di 2017. 
 
"Itu sebetulnya sudah rendah, tidak tinggi. Karena sudah diperhitungkan di RAPBN 2018. Kan ada yang minta lebih tinggi dan lebih rendah, jadi benar dong (rata-rata 10,04 persen)," paparnya. 
 
Dia bilang, hal ini sudah dibahas dengan Presiden Jokowi. Dalam rapat terbatas (ratas) diakuinya, hanya membahas kenaikan cukai rokok tahun depan, tidak ada mengenai pengenaan objek cukai baru. 
 
"Ini kan menyangkut orang banyak, jadi dibawa pertemuan ke Presiden. Kalau tidak menyangkut orang banyak, tidak perlu juga. Tapi memang Presiden ingin dipikirkan hal-hal yang jauh lebih besar dibanding kenaikan, misalnya apa yang harus dilakukan dengan tanaman tembakau, seperti mengganti tanamannya dengan tanaman lain," tutur Darmin.
 
Tonton Video Pilihan Ini:
 
 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya