Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi konsumsi rumah tangga di kuartal III-2017 tumbuh melambat sebesar 4,93 persen. Pemerintah diminta waspada dengan daya beli untuk 40 persen masyarakat miskin yang mengalami tekanan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara menilai, pertumbuhan konsumsi rumah tangga 4,93 persen relatif stabil. Pendapatnya bahkan mengarah pada kenaikan pertumbuhan ke level 5-5,1 persen.
"Pemerintah memberikan berbagai macam transfer atau bantuan sosial (bansos), raskin, dan lainnya untuk membantu daya beli. Juga meng-cover Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan," terangnya di Jakarta, seperti ditulis Rabu (8/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia menambahkan, pertumbuhan investasi, ekspor, dan impor yang tinggi di kuartal III ini diharapkan dapat memberi efek positif karena ada peningkatan kegiatan ekonomi. Dari data BPS, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,11 persen, ekspor 17,27 persen, dan impor 15,09 persen.
"Ekspor impor kan naik, berarti ada kegiatan ekonomi yang naik, dan kita harap memberi multiplier effect secepatnya," harap Suahasil.
Sementara itu, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menyarankan pemerintah terus memacu pembangunan infrastruktur meski efeknya belum dapat terasa dalam jangka pendek, selain memperhatikan 40 persen masyarakat di lapisan terbawah.
"Program Keluarga Harapan (PKH), rastra ditingkatkan, program padat karya diimplementasikan, dan tetap menjaga stabilitas harga, di samping akan meng-capture e-commerce untuk membuat kebijakan lebih tepat. Jadi pemerintah aware daya beli atau konsumsi masih tumbuh stabil di kisaran 5 persen," sarannya.
Perubahan konsumsi
Kepala BPS, Suhariyanto sebelumnya mengungkapkan, konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat menjadi 4,93 persen di kuartal III ini, salah satunya karena perubahan konsumsi masyarakat kelas menengah dari non leisure ke leisure atau jalan-jalan.
"Tapi hati-hati meski saya bicara general tidak ada penurunan daya beli, tapi perlu waspada untuk lapisan 40 persen ke bawah, bahwa daya beli mereka tertekan," tegasnya.
Penyebab utama daya beli 40 persen masyarakat di lapisan terbawah tertekan, diakui Suhariyanto, karena upah buruh riil turun, Nilai Tukar Petani naik tipis sekali namun secara kuartalan turun.
"Ini merupakan indikasi bahwa kita perlu memberi perhatian ekstra ke 40 persen masyarakat lapisan ke bawah ini. Karena share dari lapisan ini ke pertumbuhan ekonomi sebesar 17 persen, 40 persen menengah 36 persen, dan 20 persen masyarakat lapisan ke atas share-nya 46 persen," tukasnya.
Advertisement