Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump jelas-jelas menegaskan jika dirinya tak percaya pada isu pemanasan global. Namun, hal ini berbeda 180 derajat dengan bos Microsoft yang juga miliarder super tajir asal Amerika, Bill Gates.
Demi memperlihatkan kepeduliannya terhadap isu pemanasan global, Bill Gates telah menggelontorkan amal lebih dari US$ 1 miliar atau setara Rp 13,6 triliun.
Dilansir dari observer.com, Jumat (15/12/2017), kini miliarder tersebut kembali menunjukkan kepedulian terhadap pemanasan global dengan menolong petani yang terkena dampak dari perubahan iklim ini.
Advertisement
Baca Juga
Suami Melinda Gates itu menyumbang US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,1 triiun kepada petani di Afrika dan Asia yang sering mengalami gagal panen akibat iklim yang terus berubah. Keputusan amal tersebut ia umumkan saat menghadiri KTT Iklim Global 2017 di Paris.
"Ini adalah saat yang sangat penting. Kita perlu beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah memengaruhi planet ini, dan mengembangkan alat baru yang bakal menjauhkan masalah jadi semakin buruk. Inovasi adalah kunci untuk melakukan keduanya," tulis Gates di sebuah unggahan LinkedIn pagi ini.
"Kemajuan ilmiah dalam ilmu tanaman, misalnya, akan membantu petani mengatasi perubahan pola cuaca,"Â ucap Gates.
Hal yang sama juga dikatakan Bill Gates saat wawancara dengan Pemimpin Redaksi LinkedIn, Daniel Roth, di Paris. Gates menjelaskan, satu tahun iklim buruk untuk pertanian berdampak pada kelaparan massal.
"Iklim sudah 1 derajat Celsius lebih hangat, dan ini akan terus meningkat. Orang yang paling rentan akan pemanasan global di dunia adalah petani subsisten, terutama di Afrika. Mereka sudah harus menghadapi hujan yang tidak bisa diprediksi dan banyak hari-hari panas, yang membatasi produktivitas tanaman mereka, "kata Gates.
"Ini adalah orang-orang yang tidak bisa berbuat apa pun akan perubahan iklim. Orang-orang kelas menengah mungkin sudah coba membantu, tapi apa yang mereka hadapi benar-benar urusannya seperti hidup dan mati," ia menambahkan.
Bukan hanya Gates, Uni Eropa juga sepihak dalam soal pemanasan global. Dana gabungan US$ 600 juta akan dialokasikan dalam tiga tahun ke depan untuk mendukung penelitian ilmiah dalam menemukan bibit tanaman yang lebih baik.
Bibit ini akan didesain untuk melindungi tanaman dari kekeringan dan banjir, dan mengembangkan metode pertanian maju. "Membantu mereka menganalisis tanah mereka atau menggunakan air secara lebih efisien," tulis Gates.
Ketika Perjanjian Paris ditandatangani pada 2015, Gates Foundation meluncurkan dana US$ 1 miliar yang disebut Breakthrough Energy Ventures untuk mendukung penelitian energi bersih. Ini dilakukan sebagai bagian dari Koalisi Terobosan Energi multimiliar dolar yang dibentuk oleh 15 perusahaan sektor swasta.
Mengejutkan, Bill Gates dan Jobs Besarkan Anak Tanpa Teknologi
Seiring terus berkembangnya teknologi, tentu menjadikannya semakin tak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia masa kini. Terlebih, banyak manfaat yang ditawarkannya.
Namun, meski banyak manfaat yang ditawarkan, berkembangnya teknologi ternyata dapat menyebabkan kerugian bagi para penggunanya. Misalnya, anak yang terlalu sering menggunakan smartphone akan berisiko pada mata dan otaknya.
Baca Juga
Dikutip dari laman Businessinsider.sg, Senin (11/12/2017), sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa risiko depresi anak dapat melonjak 27 persen saat dia sering menggunakan media sosial. Anak-anak yang menggunakan smartphone setidaknya tiga jam sehari jauh lebih mungkin untuk bunuh diri.
Penelitian terbaru telah menemukan tingkat bunuh diri remaja di AS sekarang mengguncangkan tingkat pembunuhan, dengan smartphone sebagai motor penggerak.
Oleh karena itu, ada baiknya penggunaan smartphone dapat diatur dan dapat bijak. Ada baiknya pula penggunaan ponsel pada anak dapat diawasi orangtua demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebenarnya, telah banyak tulisan risiko penggunaan smartphone secara berlebihan. Namun tetap saja banyak orangtua yang membebaskan anak-anaknya menggunakan teknologi secara berlebihan, dan membuatnya terjebak dalam media sosial yang rentan akan tindak kriminal.
Meski demikian, ternyata tak semua orangtua seperti itu. Clement dan Miles berpendapat bahwa dua tokoh teknologi terbesar dalam sejarah, yaitu Bill Gates dan Steve Jobs, justru jarang membiarkan anak-anak mereka bermain dengan produk yang mereka bantu ciptakan.
Pada 2007, Bill Gates, mantan CEO Microsoft, menerapkan aturan ketat pada saat putrinya mulai terikat video game. Dia juga tidak membiarkan anak-anaknya mendapatkan smartphone sampai mereka berusia 14 tahun.
Bill Gates tidak mengizinkan anak-anaknya memiliki ponsel sampai mereka berusia 14 tahun, karena takut akan efek dari terlalu banyak menatap layar.
Hal demikian ternyata juga berlaku pada Steve Jobs, yang merupakan CEO Apple. Jobs mengungkapkan bahwa dia melarang anak-anaknya menggunakan iPad yang baru dirilis. "Kami membatasi berapa banyak teknologi yang digunakan anak-anak di rumah," kata Jobs kepada reporter Nick Bilton dalam wawancara New York Times tahun 2011.
Dengan demikian, Clement dan Miles dapat menyimpulkan bahwa orangtua di Silicon Valley yang tampaknya memahami kekuatan adiktif dari smartphone, tablet, dan komputer lebih banyak daripada masyarakat umum-- justru tidak membiarkan anaknya terlalu bergantung dengan teknologi.
Selain itu, sejumlah sekolah Silicon Valley khusus, seperti Sekolah Waldorf, sangat berteknologi rendah. Mereka menggunakan papan tulis dan pensil. Alih-alih belajar kode, anak-anak diajari soft skill kerja sama dan rasa hormat. Di Brightworks School, anak-anak belajar kreativitas dengan membangun sesuatu dan menghadiri kelas di rumah pohon.
Lalu, bagaimana dengan Anda?
Advertisement