Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengadakan mediasi dengan beberapa nelayan saat melakukan kunjungan kerjanya di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, kemarin (16/1/2018). Hasilnya, Jokowi memberikan lampu hijau kepada para nelayan untuk kembali melaut menggunakan cantrang.
Dalam mediasi tersebut, setidaknya ada 16 nelayan yang hadir. Di mana dari 16 nelayan tersebut salah satunya Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Rasmijan.
Advertisement
Baca Juga
"Dari hasil mediasi itu, prinsipnya Pak Presiden mau memperpanjang peggunaan cantrang bagi para nelayan, yang sebelumnya kan KKP mengatakan kalau batas waktu akhirnya 31 Desember 2017," kata Rasmijan kepada Liputan6.com, Selasa (16/1/2018).
Sebenarnya tidak hanya cantrang yang diperbolehkan, melainkan 21 alat tangkap yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Di kesempatan tersebut, dikatakan Rasmijan, nelayan menyampaikan berbagai dampak akibat pelarangan penggunaan cantrang tersebut, mulai dari pengangguran hingga masalah kesehatan di setiap keluarga nelayan.
"Jadi mengenai kepastiannya, besok kita kembali mediasi di Istana, perwakilan 5 orang. Nanti dari situ akan diputuskan," tambah dia.
Saat ini, setidaknya sudah ada sekitar 500 bus yang berangkat dari berbagai daerah menuju Jakarta mengangkut para nelayan. Di Jakarta, nelayan tersebut akan menyuarakan pendapatnya di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kalau banyak pengangguran seperti sekarang ini akibat cantrang kan sudah jadi tanggungjawab pemerintah, bisa sediakan lapangan kerja atau tidak, kalau tidak ya biarkan kami kembali melaut," tutup Rasmijan.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Susi: Larangan Cantrang Bukan untuk Hambat Rezeki Nelayan
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan pelarangan cantrang dan menggantinya dengan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan bukan untuk menghambat pendapatan para nelayan.
Susi menyatakan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) fokus pada keberlanjutan sumber daya perikanan. Untuk itu, dirinya mengeluarkan aturan larangan penggunaan cantrang dan menggantinya dengan alat tangkap lain.
"Pemerintah betul-betul serius menangani keberlanjutan dari pada produksi perikanan tangkap terutama selain kita merambah ke budi daya. Jadi, Bapak-Bapak Ibu-Ibu pengalihan alat tangkap ini bukan untuk membatasi penangkapan atau rezeki Bapak-Bapak. Bukan," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Menurut Susi, dengan peralihan cantrang ke alat tangkap lain justru membuat pendapatan nelayan meningkat. Sebab, ikan yang ditangkap adalah ikan berukuran besar yang harganya jauh lebih tinggi ketimbang ikan-ikan kecil yang ditangkap menggunakan cantrang.
"Justru untuk menambah dan memastikan itu ada terus-menerus. Kalau ikan dijaga pasti akan lebih banyak. Ikan kecil itu makanan ikan besar. Dulu bawal putih di pantura banyak, simping juga gede-gede, rajungan dulu besar-besar. Nah kalau ini sudah tidak ada jaring, cantrang yang pake gardan ini hilang pasti nanti net-nya akan dapat ikan gede. Ikan besar juga harganya pasti lebih besar," jelas dia.
Oleh sebab itu, lanjut Susi, kebiasaan menanggap ikan dengan cantrang atau alat tangkap lain yang tidak ramah lingkungan harus diubah. Hal ini bukan hanya demi keberlangsungan sumber daya perikanan, melainkan juga meningkatkan pendapatan nelayan.
"Nelayan pantura terus saja milih iwak cilik-cilik yang harga cuma Rp 5.000. Sedih saya, betul. Kasiankita pitiknya malah cuma Rp 3.000. Sudah gitu cuma jadi tepung ikan lagi, sayang ya. Jadi, iwak cilik panganane iwak gede. Kalau iwak kecik diambil oleh kita yang gedenya juga enggak dateng. Itu yang harus dipikir kita semua," tandas dia.
Advertisement