Kurangi Pendapatan Negara Jadi Pilihan Tekan Harga Gas

Penghapusan penerimaan negara bukan pajak dinilai salah satu cara terbaik tekan harga gas sambil tetap evaluasi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Jan 2018, 16:30 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2018, 16:30 WIB
Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk menekan harga gas industri menjadi sebesar US$ 6 per MMBTU. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. Salah satunya melalui pengurangan jatah penerimaan negara dari gas bumi.

Wakil Menteri dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan, rencana tersebut masih terus digodok dan menunggu keputusan di bawah Menteri Keuangan.

Pertimbangan ini mengingat dampak penghapusan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari gas bumi, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan harga gas industri sesuai Perpres 40 Tahun 2016.

"Ibu Menkeu bilang ini efeknya berapa kalau dihilangkan, karena pendapatan negara berkurang juga. Kita tunggu dari Bu Menteri Keuangan," kata Arcandra, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Sabtu (27/1/2018).

‎Arcandra mengungkapkan, jika porsi pendapatan negara dari gas bumi dikurangi untuk menurunkan harga gas, pengurangan harga hanya berkisar pada US$ 0,3-US$ 0,7. Sedangkan jika pengurangan pendapatan negara tetap dilakukan, maka potensi pendapatan negara bisa berkurang hingga US$ 4,3 juta.

"Kecil sekali efeknya. Itu pun tidak di bawah US$ 6 jadinya. Kita sudah menghitung, jumlah kehilangan PNBP sekitar US$ 4,3 juta," ujar Arcandra.

Hingga saat ini, 56 dari 80 perusahaan hasil rekomendasi Kementerian Perindustrian sedang dikalkulasi atas penghapusan PNBP. Total kebutuhan gas dari 80 perusahaan tersebut sebesar 21 MMSCFD, perusahaan tersebut di luar dari tiga jenis perusahaan yang sudah turun harganya, yaitu baja, pupuk dan petrokimia. Industri lainnya antara lain industri keramik, kaca, sarung tangan, dan oleochemical.

"Untuk tiga (jenis) industri sudah selesai. Empat jenis industri ini kecil-kecil," tegas Arcandra.

‎Meski begitu, penghapusan PNBP masih menjadi pilihan terbaik sembari tetap mengevaluasi dibanding harus memangkas harga di hulu migas. Apalagi harga minyak dunia yang terus merangkak naik jadi pertimbangan lain.

"Kalau 11 persen ICP saja, ICP sekarang US$ 60 , 11 persennya US$ 6,6. Itu LNG-nya saja, belum regasnya, jadinya berapa. Apalagi yang bisa dikurangin? Hulunya dikurangin? Kontraknya udah selesai hulunya," tutur Arcandra.‎

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Kementerian ESDM Masih Kaji Penurunan Harga Gas untuk 4 Industri

Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Sebelumnya, Pemerintah sedang mencari formula untuk menurunkan harga gas untuk empat industri, yaitu keramik, kaca, sarung tangan dan oleochemical. Penurunan harga gas merupakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016.

‎Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah sedang mencari komponen yang bisa dikurang, dalam pembentukan harga gas untuk empat industri tersebut.

‎"Saya lebih menjawab untuk empat industri kita consider," kata Arcandra, di Hotel Shangrila, Jakarta, Selasa 21 November 2017.

Arcandra mengungkapkan, ada beberapa pilihan untuk menurunkan harga gas, antara lain menurunkan bagian negara dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan menurunkan harga jual gas dari sumur atau sisi hulu.

"Di situ tercantum PNBP dikurangi salah satu, yang lain harga hulu," tutur Arcandra.

Arcandra mengungkapkan, pemerintah masih mengkaji dampak bergandanya atas penurunan harga gas untuk memutuskan komponen biaya yang akan dikurangi dalam pembentukan‎ harga gas.

"Kalau hulu diturunkan lagi seberapa jauh kita tekan harga hulu turun, sampai akhirnya tidak ada profit lagi. Jangan sampai profit berpindah dari hulu ke pengguna gasnya, kita harus lihat dampaknya. Kalau kita kasih insentif, berapa kali dampaknya, jangan sampai hanya mengalihkan profit," ‎tutur Arcandra.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya