Dongkrak Cadangan Devisa, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Bank Indonesia diminta untuk segera hadir di pasar dalam menahan pelamahan rupiah yang terjadi dalam beberapa hari ini.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Mar 2018, 11:40 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2018, 11:40 WIB
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Cadangan devisa Indonesia diperkirakan sedikit terkuras mengingat kencangnya sentimen global yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS beresiko terus berfluktuasi.

Ekonom INDEF Bima Yudhistira mengatakan untuk menutup berkurangnya cadangan devisa tersebut, banyak potensi yang bisa digarap pemerintah. Potensi tersebut terutama di ekspor non migas dan sektor pariwisata.

Pemerintah perlu memperkuat cadangan devisa melalui peningkatan ekspor non migas dan devisa pariwisata. Semakin kokoh cadangan devisa rupiah semakin terkendali.

"Pemerintah perlu memperkuat cadangan devisa melalui peningkatan ekspor non migas dan devisa pariwisata. Semakin kokoh cadangan devisa rupiah semakin terkendali," ucap Bima kepada Liputan6.com, Minggu (3/3/2018).

Ekspor non migas ini yang bisa ditingkatkan diantaranya sektor makanan dan minuman, manufaktur dan produk-produk kreatif.

Sedangkan di sektor pariwisata, percepatan pemerintah merealisasikan lima Bali baru di Indonesia bisa menjadi daya tarik wisatawan mancanegara ke Indonesia. Semakin banyak wisatawan ke Indonesia, devisa akan terus bertambah.

"Kelihatannya pelemahan akan lanjut sampai Maret. Bisa tembus 14 ribu juga kalau tidak ada antisipasi," ujarnya.

Sebelumnya, Bima juga mengusulkan Bank Indonesia diminta untuk segera hadir di pasar dalam menahan pelamahan rupiah yang terjadi dalam beberapa hari ini. Bahkan, kemarin, rupiah sempat mneyentuh level 13.700 per dolar AS.

Baginya, saat ini cadangan devisa Indonesia sangat mencukupi untuk menahan gempuran sentimen dari AS yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Yang harus dilakukan BI adalah menjaga rupiah dilevel psikologis. BI bisa gunakan cadangan devisa yang nilainya US$ 132 miliar untuk stabilisasi rupiah di pasar," kata Bima.

Dikatakannya, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini diperkirakan masih akan terjadi hingga Maret 2018. Karena di bulan itu, banyak kalangan yang memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunganya.

Kondisi ini pernah terjadi saat The Fed akan menaikkan suku bunga pada November 2016. "Saat itu cadev turun US$ 4 miliar demi menjaga rupiah tetap terjaga," tambah dia.

Rupiah Sempat Sentuh 13.800 per Dolar AS, Ini Kata Bos OJK

Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah Melemah
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah Melemah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pelemahan rupiah yang terjadi saat ini hanya berlangsung sementara. Nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp 13.800 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu.

Ketua OJK Wimboh Santoso menuturkan, kondisi saat ini pernah terjadi pada Mei 2013. Saat itu terjadi kekhawatiran tentang rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan berdampak ke pelemahan rupiah. Kenyataannya, kenaikan suku bunga acuan hanya berlangsung setahun kemudian.

"Jadi yang penting jangan kena pancing, saat itu juga market juga bergejolak tapi sebenarnya tak perlu, ini tak apa apa," jelas dia di Bandung, Sabtu (3/3/2018).

Wimboh menceritakan kala itu perekonomian Indonesia diprediksi fragile akibat kebijakan suku bunga The Fed. Padahal, kondisi ini tak benar-benar terjadi.

Seperti kali ini, diprediksi jika Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga hingga 4 kali di tahun ini. Menurut dia, kalaupun terjadi kenaikan suku bunga diprediksi hanya akan terjadi reaksi kecil saja.

Bank Sentral AS pun dikatakan sudah diingatkan agar melakukan kebijakannya secara perlahan dan bertahap serta hati-hati. Ini untuk menghindari spekulasi.

"Sebab pasar butuh waktu untuk adjust. Jadi boleh naik tapi jangan mendadak harus ada adjust  karena pasar butuh waktu," dia menuturkan.

Dia menilai fluktuasi rupiah jangan selalu dipandang negatif. Diakui ini akan mempengaruhi impor barang yang menjadi lebih mahal tetapi eksportir juga menuai untung dari pelemahan rupiah.

"Jadi ini hanya sesaat saja jadi tidak terus khawatirkan seperti terjdi tahun 1997dan 1998, itu jauh. Cadangan Devisa bagus saat inin di posisi US$ 130 miliar dibandinkan 2008 hanya US$ 110 milir. Kita jadi tak peru dikhawatir. Ada angin sedikit karena investor portofolio," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya