Menang Gugatan, Biodiesel RI Berpeluang Kembali Masuk ke Pasar Eropa

Indonesia masih tetap bersiap atas langkah-langkah yang mungkin diambil Uni Eropa untuk mencegah kembali masuknya sawit ke pasar Eropa.

oleh Nurmayanti diperbarui 07 Apr 2018, 10:35 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2018, 10:35 WIB
biodiesel-130613c.jpg
biodiesel

Liputan6.com, Jakarta Langkah pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang memperjuangkan biodiesel Indonesia di pasar Uni Eropa dinilai positif. Lewat keberhasilan tersebut, pintu bagi biodiesel Indonesia kembali terbuka lebar ke pasar Eropa.

“Prospeknya terlihat, kita bisa memulai ekspor kembali ke Eropa,” ujar Sekjen GAPKI Togar Sitanggang di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memang memastikan, kemenangan Indonesia di Mahkamah Uni Eropa bukan berarti upaya untuk menjaga pasar sawit dan produk turunannya selesai. Indonesia masih tetap bersiap atas langkah-langkah yang mungkin diambil Uni Eropa untuk mencegah kembali masuknya sawit ke pasar Eropa.

“Kita mensyukuri kemenangan ini yang penuh perjuangan yang dilakukan bersama dengan para pelaku usaha. Namun, ini tidak berarti selesai, karena kita sudah harus siap atas langkah-langkah yang yang kemungkinan mereka akan ambil. Untuk itu, kita ke depan akan lebih proaktif dan tidak defensive,” ujarnya.

Tindakan lanjutan itu memang bukan tidak mungkin akan datang. Saat ini pun, tekanan terkait sawit dan produk turunannya masih dirasakan. Salah satunya adalah diperkarakannya salah seorang staf ITPC di Lyon, Prancis, karena memasang banner yang menjelaskan nilai unggul Crude Palm Oil (CPO) di sisi kesehatan.

Di samping terus siaga, Enggar memastikan pihaknya tengah bekerja untuk membuka pasar baru bagi produk sawit Indonesia. Kawasan yang dibidik untuk perluasan pasar sawit adalah Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan.

 

RI Menang Gugatan

Biodiesel.
Biodiesel.

Indonesia berhasil memenangkan gugatan tingkat banding di Mahkamah Uni Eropa terkait tuduhan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk biodiesel. Lewat keputusan ini, Uni Eropa menghapus pengenaan BMAD sebesar 8,8-23,3 persen atas produk biodiesel dari Indonesia.

“Dengan demikian, pengenaan BMAD yang dilakukan UE dihapuskan sehingga para pelaku usaha bisa kembali mengekspor biodiesel tanpa ada tambahan BMAD,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.

Kemenangan tersebut, kata Oke, merupakan kemenangan ganda Indonesia atas UE. Sebelumnya, pemerintah berhasil memenangkan sengketa di DSB WTO. Hasil putusan Mahkamah UE dan putusan DSB WTO memberikan sinyal positif bagi negara-negara mitra dagang Indonesia terhadap perdagangan yang adil (fair trade) sektor sawit.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa sempat mencapai USD 1,4 miliar pada 2011 sebelum dikenakan BMAD pada 2013.

Pada periode 2013-2016 ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun sebesar 42,84 persen, dari USD 649 juta pada 2013 menjadi USD 150 juta pada 2016. Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi pada tahun 2015 sebesar USD 68 juta.

Senada dengan Mendag, Togar menuturkan, kemenangan tersebut sejatinya tidak boleh membuat pemerintah terlena. Menurutnya, masih ada kekhawatiran lain, misalnya saja dilontarkannya tuduhan berbeda yang digunakan oleh Uni Eropa untuk menghambat masuknya biodiesel Indonesia ke pasar Eropa.

Kata Togar, ada potensi Uni Eropa akan meniru langkah yang diambil Amerika Serikat untuk menghalangi masuknya biodiesel Indonesia. Amerika sendiri menggunakan tuduhan subsidi untuk mengenakan BMAD atas produk biodiesel Indonesia sejak 2017 lalu.

Dengan tuduhan subsidi tersebut, harga biodiesel Indonesia dianggap lebih murah untuk pasar ekspor dibandingkan harga untuk dalam negeri. “Kita khawatir juga Eropa akan menuduhkan hal yang sama seperti yang dituduhkan Amerika mengenai subsidi. Karena kan pada dasarnya barangnya sama. Makanya kita lihat seberapa banyak kita bisa memasukkan ke Eropa sebelum tuduhan itu datang,” kata Togar.

Uni Eropa dan Amerika Serikat sendiri memang memproduksi biodiesel, baik dari kedelai, kanola, maupun minyak nabati lainnya.

Karenanya, demi menjaga agar tuduhan tidak dialamatkan kepada produk biodiesel Indonesia, perlu adanya perubahan regulasi mengenai pemberlakuan CPO supporting fund. Dengan demikian, pasar bagi biodiesel Indonesia akan tetap terjada.

“Biodiesel itu perlu dukungan pemerintah. Amerika memberikan subsidi, begitu juga Eropa. Negara dunia ketiga kan tidak memberikan subsidi untuk biodiesel,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya