Kunjungan Kerja ke AS, Mendag Berupaya Jaga Kepentingan Ekspor

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) pada 21-28 Juli 2018.

oleh Merdeka.com diperbarui 13 Jul 2018, 22:03 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2018, 22:03 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita akan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) pada 21-28 Juli  2018.

Kunjungan kerja ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan hubungan dagang antara Indonesia dengan AS. Ini akan menjadi pertemuan resmi pertama Kementerian Perdagangan dengan mitra kerjanya di AS sejak masa pemerintahan Presiden Trump.

Enggartiasto mengatakan, dalam pertemuan yang akan digelar di negeri Paman Sam tersebut, Pemerintah Indonesia akan berupaya menjaga dan mengamankan pasar komoditas ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan. Ini untuk mencapai target pertumbuhan ekspor sebesar 11 persen.

"Oleh karena itu, pemerintah harus sigap bertindak jika ada indikasi pasar ekspornya akan mengalami hambatan. Kunjungan ke AS kali ini berupaya menjaga agar kepentingan ekspor Indonesia tidak terganggu karena AS adalah mitra dagang utama kedua setelah China," kata Enggartiasto saat melakukan Konferensi Pers Kunjungan Kerja ke AS, di Kantornya, Jakarta, Jumat (13/7/2018).

Enggartiasto menuturkan, salah satu yang akan dibahas dalam pertemuan itu adalah mengenai kenaikan tarif impor besi baja dan aluminium ke AS. Selain itu, Indonesia juga akan mengangkat isu defisit perdagangan AS dari Indonesia.

"Indonesia siap bermitra dengan AS untuk mengidentifikasi dan mengatasi isu defisit perdagangan karena kedua negara memiliki produk dan jasa yang tidak bersaing, tetapi saling melengkapi," imbuh dia.

Untuk diketahui, Indonesia juga diagendakan akan memenuhi undangan Duta Besar United States trade Representatives (USTR) untuk membahas review AS terhadap negara-negara penerima Generalized System Preferences (GSP).

Undangan ini merupakan hasil dari lobi secara tertulis yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Selain itu, Enggartiasto juga dijadwalkan bertemu Menteri Perdagangan AS.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

RI Berpeluang Kehilangan USD 1,8 Miliar Imbas Perang Dagang

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Suasana aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor sebesar USD 1,8 miliar apabila perlakuan Generalized System of Preference (GSP) terhadap 124 produk Indonesia ke Amerika Serikat dicabut.

Generalized Sisytem of Preference (GSP) yaitu negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.

"Dan pembaruan fasilitas GSP kalau saya tidak salah sekitar USD 1,8 miliar dari total ekspor kita ke AS. Sekarang sekitar USD 19 miliar. Sekitar 10 persen dari ekspor kita itu mendapat fasilitas GSP biaya yang lebih rendah," ujar Mari saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Mari mengatakan, perpanjangan GSP memang tengah dibahas kembali dengan Amerika Serikat (AS). Mengingat, pertengahan tahun lalu negara Paman Sam tersebut telah menyatakan Indonesia mengalami suplus neraca perdagangan barang terhadap AS. 

"Ini dalam proses review diperpanjang. Ini sebetulnya kita membahas dengan AS terlepas dari masalah defisit yang pernah diangkat pada awal tahun sekitar Maret ya. Ini sedang dibahas oleh kedua negara. Kalau kita ingin diperpanjang apa saja yang akan kita lakukan ya," ujar dia.

Mari melanjutkan, saat negosiasi perpanjangan GSP Amerika Serikat bakal mengajukan berbagai syarat yang harus dilengkapi Indonesia.

Pertama, peraturan yang tidak konsisten mengenai perdagangan harus dicabut atau diperbaharui. Kemudian, isu kedua adalah ketegasan mengenai pengakuan dan penerapan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).

"Biasanya Amerika Serikat itu, saat kita akan meminta tolong diperpanjang, tolong supaya produk kita seperti agriculture itu bisa meningkatkan ekspor. Dan biasanya mereka minta, peraturan Anda yang tidak konsiten, tidak sesuai dengan aturan yang menurut mereka tidak lengkap. Mohon diubah," kata dia.

"Mereka (AS) juga selalu dengan tegas menyinggung isu HAKI. Sama seperti kepada China, dia juga selalu menyinggung soal HAKI. HAKI itu kita sudah punya undang-undangnya. Selalu enforcement (pelaksanaan). Dia menuntut, bagaimana Anda memperkuat enforcement HAKI," tambah dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya