Defisit Perdagangan Juli Capai USD 2,03 Miliar, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, pemerintah akan dorong daya saing produk ekspor Indonesia.

oleh Merdeka.com diperbarui 15 Agu 2018, 16:43 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2018, 16:43 WIB
Jokowi Kembali Gelar Rapat Kabinet Paripurna
Mentei Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan dalam Rapat Kabinet Paripurna di Istana Negara, Senin (5/3). Rapat kabinet paripurna ini membahas kerangka ekonomi makro serta pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2018 mengalami defisit sebesar USD 2,03 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut merupakan defisit terbesar sejak Juli 2013.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit ini terjadi karena anomali dari masa libur panjang puasa dan Lebaran Juni 2018 ke Juli 2018.

Oleh karena itu, dia mengatakan seharusnya faktor libur panjang puasa dan Lebaran dipisahkan untuk melihat perbandingan secara total. 

"Statistik yang Juli ini agak anomali karena kemarin ada libur panjang. Jadi ada kegiatan impor, terutama itu banyak yang dilakukan sebelum Lebaran dan libur panjang dan kemudian dikompensasi pada bulan Juli. Jadi mungkin itu salah satu deviasi statistik yang perlu dibersihkan dulu untuk melihat trennya secara total," ujar dia di Kantor Kemenko, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan, apapun persoalan statistiknya pemerintah akan tetap fokus memperbaiki dari sisi neraca pembayaran baik defisit neraca perdagangan maupun defisit transaksi berjalan. 

"Yang seperti disampaikan Presiden kemarin, langkah-langkah akan kita lakukan secara konsisten untuk melakukan pengendalian agar pertumbuhan ekonomi kita pada saat lingkungan global tidak kondusif ini tidak mengalami distrupsi yang terlalu besar," ujar dia. 

Sri Mulyani mengatakan, untuk mengendalikan impor pemerintah akan melakukan evaluasi pada beberapa proyek berbasis impor yang masih bisa ditunda pelaksanaannya. Selain itu, pemerintah juga akan mengevaluasi kebutuhan impor industri Indonesia.

"Untuk sektor industri, perdagangan, kita lihat kemarin ada 500 komoditas yang kita akan lihat dari Menteri Perindustrian apakah komoditas itu diproduksi dalam negeri, kenapa kita tetap impor dan kenapa cukup besar," tutur Sri Mulyani. 

Sementara itu untuk meningkatkan ekspor, pemerintah akan mendorong daya saing produk ekspor Indonesia. Hal ini untuk memanfaatkan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah yang masih bertahan di atas 14.600.

"Kita harap industri dalam negerinya bisa menggunakan kesempatan ini akan maju dan kita akan melihat halangan nya. Apakah mereka tidak punya akses keuangan, apakah mereka tidak punya teknik-nya, apakah perlu insentif yang lain. Kita akan lihat itu," ujar Sri Mulyani. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Neraca Perdagangan Juli 2018 Defisit USD 2,03 Miliar

Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Ekspor April sebesar 14,47 miliar dolar AS lebih rendah ketimbang Maret 2018 yang mencapai 15,59 miliar dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2018 mengalami defisit sebesar USD 2,03 miliar.

Sebelumnya neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD 1,74 miliar pada Juni 2018.

"Neraca perdagangan kita pada Juli 2018 defisit USD 2,03 miliar. Jadi tahun ini, Januari defisit, Februari defisit, Maret surplus, April defisit, Mei defisit, Juni surplus, dan Juli kembali defisit," kata Kepala BPS, Suhariyanto, di Kantornya, Rabu 15 Agustus 2018.

Sementara itu, BPS mencatat posisi ekspor Indonesia pada Juli 2018 sebesar USD 16,24 miliar atau naik 25,19 persen dibanding Juni 2018. Ekspor ini disumbang oleh sektor migas sebesar USD 1,43 miliar dan nonmigas USD 14,81 miliar. 

"Nilai ekspor per sektor disumbang oleh migas menyumbang ekspor USD 1,43 miliar, pertanian USD 0,3 miliar, industri pertanian USD 11,79 miliar dan pertambangan serta sektor lainnya menyumbang USD 2,72 miliar," ujar dia.

Dari sisi impor tercatat sebesar USD 18,27 miliar atau naik 62,17 persen dibandingkan dengan Juni 2018. Migas menyumbang USD 2,61 miliar dan nonmigas menyumbang impor UDD 15,66 persen. 

Nilai impor tertinggi per sektor disumbang oleh konsumsi sebesar USD 1,72 miliar naik 70,50 persen. Bahan baku sebesar USD 13,67 miliar atau naik 59,28 persen serta barang modal diimpor sebesar USD 2,88 miliar atau naik 71, 95 persen. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya