Liputan6.com, Jakarta Pemulihan ekonomi Indonesia diprediksi masih akan melambat tahun ini. Pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya mampu mencapai angka 5,16 persen Hingga akhir tahun.
Angka ini lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 5,4 persen.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Anton Gunawan mengungkapkan faktor pelambatan tersebut adalah ketimpangan kinerja ekspor dan impor sepanjang tahun ini. Pertumbuhan ekspor diperkirakan cenderung datar ke depan berbanding terbalik dengan pertumbuhan impor yang dipastikan masih akan terus meningkat.
Advertisement
Baca Juga
"Sementara investasi enggak cepat meningkat, bahkan cenderung melambat ada koreksi di sektor infrastruktur, 5,73 persen pada Juni 2018 dari sebelumnya 6,94 persen Juni 2017," kata Anton di Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Sementara itu, ekspor barang dan jasa pada kuartal II 2018 tercatat tumbuh sebesar 7,70 persen secara year on year (yoy), sementara impor barang dan jasa tumbuh 15,17 persen (yoy) dengan belanja rumah tangga yang masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Tercatat pada kuartal II 2018 belanja rumah tangga tumbuh 5,14 persen (yoy).
Dia mengungkapkan salah satu penyebab melambatnya ekspor Indonesia adalah potensi harga minyak dan komoditas yang cenderung datar hingga tahun depan.
"Harga komoditas cenderung stagnan ke arah turun pada tahun depan," ujarnya.
Dalam kesempatan serupa, Ekonom Senior Bank Mandiri, Andry Asmoro menjelaskan komoditas ekspor utama Indonesia yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi adalah Crude Palm Oil (CPO) dan batu bara. Akan tetapi kedua komoditi primadona tersebut diramalkan harganya akan cenderung datar bahkan turun.
"Kalau CPO dan coal (batu bara) itu naik terus, bisa bantu pertumbuhan ekonomi, tapi perkiraannya tetap flat. Meski harga minyak masih di atas USD 70 per barel, tapi kelihatannya ke depan akan tetap flat," ujarnya.
Andry memprediksi harga CPO diperkirakan sebesar RM 2.304 per metrik ton di 2018, dan tumbuh tipis menjadi RM 2.379 di 2019. Sementara harga batu bara diperkirakan sebesar USD 108,25 per metrik ton di 2018 dan menjadi USD 98,16 per metrik ton di 2019.
"Ini nanti dampaknya, peluang tumbuh lebih cepat bagi Indonesia jadi terhalang, karena sumber ekonomi dari harga komoditas," dia menandaskan
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Â
BI Sediakan Jamu Manis dan Pahit Guna Jaga Pertumbuhan Ekonomi
Bank Indonesia (BI) berjanji akan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu caranya dengan menyiapkan jamu pahit dan manis sebagai bentuk bauran kebijakan.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, jamu pahit yang disediakan bank sentral yaitu kenaikan suku bunga. Ini tidak dapat dihindari untuk merespons ekonomi global.
"Namun, jamu manisnya sudah banyak kita keluarkan, misalnya mendorong kredit dengan relaksasi LTV atau down payment (DP) kredit uang muka perumahan, baik pembeli pertama maupun investasi. Pembelian inden kita bolehkan, dan untuk peminat investasi kita bolehkan hingga 5 akad kredit. Tapi kebijakan ini kita jaga agar tetap prudent," kata Perry di Bali, Kamis (30/8/2018).
Baca Juga
Jamu manis lainnya yang disiapkan BI yaitu itermediasi makroprudensial. Dengan perbankan dalam membiayai pembangunan tak terbatas melalui kredit saja, tapi bisa cara lain seperti membeli obligasi korporasi kualitas bagus.Â
"Untuk pendanaan juga tak terbatas tabungan dan deposito saja, tapi bisa cara lain dengan menerbitkan Medium Term Notes (MTN) atau surat utang jangka menengah," kata dia.
Selanjutnya, jamu manis lainnya yaitu pendalaman pasar keuangan agar biaya pembangunan biaya infrastruktur ekonomi tak hanya mengandalkan kredit.
"Kita keluarkan kebijakan agar pembangunan bisa dibiayai penerbitan reksadana pendapatan tetap. Dan juga jamu manis lainnya pengembangan keuangan dan ekonomi syariah," ujar dia.
Â
Reporter: Idris Rusadi Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
Advertisement