Impor Minuman Beralkohol Wajib lewat Pusat Logistik Berikat

Impor sejumlah komoditas akan diwajibkan masuk melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk menekan penyelundupan.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Sep 2018, 17:10 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2018, 17:10 WIB
Minuman Beralkohol Vodka
Ilustrasi Foto Minuman Keras Vodka (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Impor sejumlah komoditas akan diwajibkan masuk melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Hal ini agar impor komoditas tersebut bisa dikontrol dan menekan angka penyelundupan.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menyatakan sejumlah komoditas yang impornya wajib melalui PLB termasuk besi baja, ban, minuman beralkohol, serta tekstil dan produk tekstil (TPT)

‎"Beberapa komoditas, besi baja, ban, minuman beralkohol, TPT, harus melalui PLB impornya," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Dia mengungkapkan, hal ini dilakukan untuk mengurangi penyelundupan komoditas-komoditas tersebut. "Supaya kita bisa teliti dan menekan penyelundupan," lanjut dia.

Enggartiasto menuturkan, kebijakan ini rencananya mulai berlaku pada Oktober 2018. Namun, saat ini penyusunan aturannya masih terus dilakukan.

"(Diberlakukan) Sebulan (ke depan), Oktober harus selesai (aturannya). Dalam proses, tapi Oktober harus berjalan di-PLB-kan," ujar dia.

 

Ekspor Minuman Alkohol ke AS Bakal Tekan Defisit Neraca Dagang

(Foto: Merdeka.com/Wilfridus S)
Ekspor minuman alkohol ke Amerika Serikat (Foto:Merdeka.com/Wilfridus S)

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yakin ekspor minuman beralkohol yang dilakukan PT Multi Bintang Indonesia Tbk dapat memperbaiki neraca perdagangan yang defisit.

Plt Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Ahmad Sigit Dwi Wahyono, menyampaikan hal tersebut ketika ditemui di Kompleks PT Multi Bintang Indonesia, Tangerang, Banten, Senin, 13 Agustus 2018.

"Iya pasti, namanya ekspor mendapatkan devisa. Dia pasti akan mengurangi defisit neraca perdagangan kita," ujar dia.

Ahmad menjelaskan, industri minuman memang menunjukkan tren pertumbuhan ekspor yang positif. Kemenperin mencatat, pada periode Januari-Juni 2018 pertumbuhan ekspor industri minuman tumbuh 8,4 persen. Jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor industri makanan yang sebesar 2,5 persen.

"Kalau untuk makanan dan minuman itu sangat baik ya. Dari dulu pertumbuhannya pasti di atas pertumbuhan ekonomi, bahkan bisa dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi," kata dia.

"Kalau kita lihat semester pertama (tahun 2018) ini pertumbuhannya saja 6,87 persen. Itu adalah pertumbuhan yang sedang. Biasanya dia tumbuh sekitar 9 persen sampai 10 persen," kata dia.

Ahmad mengatakan, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri sebesar 5,6 persen pada 2018.

"Kalau Kementerian Perindustrian secara overall itu targetnya sekitar 5,6 persen untuk 2018. Tapi ada yang pertumbuhannya negatif, ada yang pertumbuhannya positif. Kalau industri makanan ini selalu positif (pertumbuhannya)," ujar dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan RI sepanjang Juni 2018 mengalami surplus sebesar USD 1,74 miliar. Sebelumnya neraca perdagangan RI mengalami defisit sebesar USD 1,52 miliar pada Mei 2018.

"Surplus ini berasal dari surplus non-migas USD 2,14 milliar. Tapi terkoreksi defisit oleh migas, terutama hasil minyak. Neraca perdagangan Juni surplus cukup lumayan. Diharapkan neraca perdagangan akan surplus pada bulan-bulan berikutnya," kata Kepala BPS , Suhariyanto di Kantornya, Senin, 16 Juli 2018.

Sementara itu, posisi ekspor Indonesia pada Juni 2018, BPS mencatat sebesar USD 13,00 miliar atau turun 19,80 persen dari posisi Mei 2018 yang sebesar USD 16,12 miliar.

"Apabila dibandingkan dengan Juni 2017, maka terjadi kenaikan ekspor sebesar 11,47 persen dari sebesar 11,66 miliar," ujar dia. 

Sementara dari sisi impor, pada Juni 2018 tercatat sebesar USD 11,26 miliar atau turun 36,27 persen dari posisi Mei 2018 sebesar USD 17,64 miliar. Bila dibandingkan dengan impor Juni 2017 tercatat naik sebesar 12,66 persen dari sebesar USD 9,99 miliar. 

Neraca perdagangan Juni 2018 baik impor maupun ekspor menurun. Ini karena siklus Lebaran. Adanya libur panjang, sehingga berkurangnya kegiatan ekonomi.  

"Penurunan ekspor di Juni 2018 yang berketepatan dengan Lebaran ini hal biasa yang terjadi. Ada libur panang jadi penurunan kegiatan ekonomi. Penurunan impor di bulan Lebaran juga sesuatu yang biasa, karena terjadi di tahun-tahun sebelumnya,” ujar dia.

"Juni 2018 penurunan impor jauh lebih tajam dibanding periode tahun-tahun sebelumnya. Diharapkan supaya ke depan bisa lebih turun," tambah dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya