Harga Minyak Turun, Brent Masih di Atas USD 80 per Barel

Meski turun, harga minyak Brent tetap bertahan di atas USD 80 per barel ditopang turunnya ekspor minyak Iran akibat sanksi AS.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 27 Sep 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2018, 06:00 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, New York - Harga minyak turun pada perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB) dipicu meningkatnya persediaan minyak Amerika Serikat (AS). Meski turun, harga minyak Brent tetap bertahan di atas USD 80 per barel ditopang turunnya ekspor minyak Iran akibat sanksi AS.

Dilansir dari Reuters, Kamis (27/9/2018), harga minyak yang jadi patokan global, Brent turun USD 53 sen menjadi USD 81,34 per barel. Pada hari Selasa, Brent naik setinggi USD 82,55, tertinggi sejak November 2014.

Harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) turun USD 71 sen menjadi USD 71,57 per barel.

Stok mentah AS naik 1,9 juta barel dalam seminggu hingga 21 September, menurut data Administrasi Informasi Energi AS (EIA). Analis memperkirakan penurunan 1,3 juta barel.

Investor terus mengawasi sanksi AS yang akan mempengaruhi sektor perminyakan Iran. Sanksi ini mulai berlaku pada November.

Pasar minyak bersiap untuk mendapatkan pasokan tambahan usai sanksi berlaku. Brent tetap di jalur kenaikan selama lima kuartal berturut-turut, bentangan terlama sejak awal 2007 ketika enam kuartal berjalan mengarah ke rekor harga tertinggi USD 147,50 per barel.

Beberapa pembeli besar, seperti sejumlah penyuling India, telah memberi isyarat bahwa mereka akan menghentikan pembelian minyak mentah Iran tetapi dampaknya terhadap pasar global belum jelas.

Pejabat AS, termasuk Presiden Donald Trump, sedang mencoba untuk meyakinkan konsumen dan investor bahwa pasokan yang cukup tersedia di pasar minyak dan telah mendorong Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk meningkatkan produksi.

 

Seruan Trump

Ilustrasi Tambang Minyak 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Dalam pidato di PBB pada Selasa lalu, Trump menegaskan kembali seruan OPEC untuk memompa lebih banyak minyak, menuduh Iran menyebarkan kekacauan dan menjanjikan sanksi lebih lanjut terhadap negara itu.

Kelompok "OPEC +", yang termasuk anggota non-OPEC seperti Rusia, bertemu akhir pekan tetapi memutuskan untuk tidak meningkatkan produksi.

Commerzbank mengatakan dalam sebuah catatan bahwa “kenaikan harga minyak terbaru terutama disebabkan oleh Trump sendiri. Dia kembali memfokuskan perhatian pasar pada sanksi Iran, meskipun pasar cukup tersedia saat ini berkat peningkatan produksi OPEC dan Rusia.”

Seorang pejabat industri minyak Nigeria mengatakan OPEC akan bertindak untuk menyeimbangkan pasar setelah harga minyak mencapai tertinggi empat tahun, tetapi opsinya mungkin dibatasi oleh kapasitas cadangan yang tersedia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya