Deflasi Kembali Terjadi pada September 2018, Ini Penyebabnya

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,18 persen pada September 2018.

oleh Merdeka.com diperbarui 01 Okt 2018, 13:15 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2018, 13:15 WIB
20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang menunggu dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Badan Pusat Statistik merilis dari kelompok pengeluaran, bahan makanan mengalami deflasi sebesar 0,07% (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,18 persen pada September 2018.

Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender Januari hingga September sebesar 1,94 persen, sementara inflasi year on year September 2017 hingga September 2018 sebesar 2,88 persen. 

"Perkembangan harga berbagai komoditas pada September 2018 secara umum menunjukkan adanya penurunan. Hasil pemantauan BPS di 82 kota pada September ini terjadi deflasi 0,18 persen," ujar Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (1/10/2018).

Deflasi September 2018 sebesar 0,18 persen, terjadi pada dua kelompok pengeluaran yaitu bahan makanan deflasi 1,62 persen memberi andil 0,35 persen dan kedua kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan deflasi 0,05 persen dan andil 0,01 persen.

"Tertinggi inflasi pendidikan rekreasi dan olahraga 0,54 persen andil 0,04 persen, terendah kesehatan 0,41 persen andil 0,02 persen," ujar Kecuk.

Dari kelompok bahan makanan, daging ayam ras memberi andil deflasi 0,13 persen, bawang merah turun andil ke inflasi sebesar 0,15 persen, ikan merah segar 0,04 persen.

 

 

Kontribusi Deflasi September 2018

20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Demikian juga untuk beberapa sayuran dan telur ayam masing-masing memberi andil 0,03 persen dan cabai rawit 0,02 persen.

"Untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau masih inflasi 0,29 persen dan andilnya 0,05 persen. Komoditasnya sebetulnya kecil-kecil, tapi dikumpulkan itu 0,05 persen, di antaranya mie, rokok kretek dan filter masing-masing 0,01 persen," ujar dia.

Untuk perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih inflasi sebesar 0,21 persen dengan sumbangan 0,05 persen. Selain itu, terdapat kenaikan untuk upah tukang yang bukan mandor, dan upah pembantu rumah tangga andilnya masing-masing hanya 0,01 persen.

"Selanjutnya, sandang inflasi sebesar 0,27 persen serta memberi andil sebesar 0,02 persen. Komoditas lain yang menyumbang inflasi adalah kenaikan harga emas dan perhiasan 0,01 persen," kata Kecuk.

Sektor kesehatan alami inflasi 0,41 persen. Seluruh kelompok kesehatan mengalami inflasi misal jasa kesehatan inflasi 0,45 persen, obat-obatan 0,28 persen. Pendidikan rekreasi dan olahraga tertinggi inflasinya 0,54 persen andilnya 0,04 persen. Karena kenaikan uang kuliah akademi dan perguruan tinggi sebesar 0,02 persen.

"Menurut komponen, yang mengalami inflasi adalah inflasi inti 0,28 persen dan sumbangannya 0,16 persen. Sementara harga bergejolak itu deflasi 1,83 persen andilnya 0,34 persen. Kenaikan uang kuliah, upah buruh dan mandor yang menyebabkan inflasi inti," kata dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya