Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto melantik pejabat baru Kabinet Merah Putih, yakni Amalia Adininggar sebagai Kepala Badan Pusat Statistik (BPS). Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, berharap dengan pelantikan ini memberikan harapan baru terkait dengan data yang lebih tepat sasaran, khususnya dalam hal penentuan kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang menjadi kunci dalam program 3 juta perumahan rakyat.
Menteri yang akrab disapa Ara ini meminta, agar ke depan BPS bisa memberikan data yang akurat, agar program 3 juta rumah bisa tepat sasaran.
Baca Juga
"Makanya saya selalu minta sama BPS dan Bappenas. Mudah-mudahan Kepala BPS Baru dilantik ya, bisa memberikan kriteria MBR. Supaya tepat sasaran, by name, by address. Ya, dengan begitu bisa langsung dieksekusi dengan tepat. Tidak ada lagi yang tidak tepat sasaran," kata Menteri Ara saat ditemui di Kementerian Keuangan, Kamis (20/2/2025).
Advertisement
Menurutnya, dengan data yang lebih rinci dan valid, diharapkan program perumahan dapat diimplementasikan dengan lebih efektif, terutama di berbagai provinsi yang memiliki kondisi dan tingkat kemahalan berbeda, seperti di Jawa Barat, Papua, Sumatera Utara, dan Aceh.
"Kriteria MBR itu di setiap provinsi tingkat kemahalanya berbeda, kemampuannya berbeda, dikeluarkan berapa? Misalnya di Jawa Barat, di Papua, di Sumatera Utara, di Aceh berapa," ujar dia.
Kualitas Rumah Subsidi juga jadi Perhatian
Namun, tidak hanya soal penentuan kriteria yang menjadi perhatian. Menteri Ara juga menekankan pentingnya kualitas rumah subsidi yang dibangun untuk rakyat.
Presiden Prabowo telah menegaskan bahwa rumah subsidi harus tetap berkualitas, dan tidak boleh ada lagi kasus rumah yang rusak atau tidak layak huni setelah hanya beberapa bulan digunakan.
"Soal kualitas perumahan juga kita sudah sampaikan, Presiden meminta betul kualitas rumah rakyat, rumah subsidi harus tetap berkualitas," ujarnya.
.
Minta BPK Lakukan Audit
Ia juga menyatakan bahwa timnya telah menemukan beberapa contoh rumah subsidi yang mengalami kerusakan, seperti retakan atau kebocoran akibat hujan dan banjir, yang tentu saja tidak boleh terulang.
"Tim kami sudah menemukan cukup banyak tempat-tempat, saya sendiri turun, ada rumah yang tidak, ada hujan banjir, perumahan, ada yang retak-retak belum setahun dan sebagainya. Itu tidak boleh terjadi lagi," kata dia.
Adapun guna memastikan kualitas rumah subsidi yang lebih baik, pihaknya meminta audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mirip dengan sistem audit yang diterapkan pada sektor kelapa sawit yang melibatkan BPKP.
"Kami sudah minta audit BPK, kan seperti sawit yang audit BPKP. Kalau perumahan yang audit BPK. Dari situ ukurannya adalah ukuran yang profesional," ujar dia.
Audit ini diharapkan dapat memberikan hasil yang objektif dan profesional, sehingga rumah subsidi yang dibangun tidak hanya memadai dari sisi kuantitas, tetapi juga kualitasnya terjaga dengan baik.
"Jadi akan terukur, supaya rumah rakyat itu rumah subsidi tetap berkualitas. Sangat penting. Jangan rumah subsidi tidak berkualitas," pungkasnya.
Advertisement
BI Naikkan Insentif Likuiditas Perbankan Jadi 5 persen Genjot Program 3 Juta Rumah Prabowo
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan sebelumnya, insentif likuiditas KLM hanya sebesar 4 persen, namun kini angka tersebut dinaikkan menjadi 5 persen.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat aliran dana ke sektor perumahan, yang merupakan salah satu prioritas utama pemerintah dalam beberapa tahun ke depan.
"Pada hari ini, Rapat Dewan Gubernur sudah memutuskan untuk menambah kebijakan insentif likiditas itu dari semula 4 persen menjadi 5 persen dana pihak ketiga. Di antaranya itu untuk insentif likuiditas ke program perumahan,” kata Perry dalam konferensi pers Tindaklanjut Program 3 Juta Rumah, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Selain itu, Gubernur Perry menjelaskan bahwa total alokasi dana untuk sektor perumahan akan dinaikkan secara bertahap. Semula dana yang dialokasikan sebesar Rp 23,19 triliun, kini akan ditingkatkan menjadi Rp 80 triliun.
"Dari sekarang Rp 23,19 triliun akan dinaikkan secara bertahap menjadi Rp 80 triliun," ujarnya.
Adapun langkah ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan dana yang cukup bagi sektor perumahan, yang akan diperuntukkan bagi pembangunan rumah untuk masyarakat.
Kata Perry, keputusan tersebut sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengatasi tantangan perumahan di Indonesia, sekaligus mempercepat realisasi program pembangunan rumah yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Gubernur BI juga menambahkan bahwa penggunaan insentif likuiditas ini akan diatur lebih lanjut oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman yang akan melakukan langkah-langkah teknisnya dalam waktu dekat.
