Pengusaha Minta Pemerintah Larang Peredaran Minyak Jelantah

Pemerintah harus berkomitmen untuk mengubah pemakaian minyak goreng dari curah menjadi dalam kemasan.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Mar 2019, 15:15 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2019, 15:15 WIB
Bahayanya Menggunakan Minyak Goreng Berulang Kali
Bahayanya Menggunakan Minyak Goreng Berulang Kali

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) meminta pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian minyak goreng bekas atau biasa dikenal sebagai minyak jelantah.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, minyak jelantah harus dilarang peredarannya. Ini karena penggunaan minyak tersebut berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

"Bahaya minyak goreng, ketika menggoreng sampai tenggelam, akibatnya berlebihan dan dipakai berulang-ulang. Kita tidak tahu sumbernya dari mana jelantah ini," ujar dia dalam Dialog Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu (6/3/2019).

Selain itu, lanjut dia, Indonesia juga perlu memiliki regulasi terkait dengan penjualan minyak goreng bekas dan minyak goreng curah. Hal ini untuk meminimalisir penggunaan minyak goreng yang kualitasnya rendah.

"Di sini belum ada regulasi yang melarang menjual minyak goreng bekas, sama dengan pelumas bekas. Kementerian Perdagangan harus mengawasi peredaran minyak jelantah," kata dia.

Di sisi lain, pemerintah juga harus berkomitmen untuk mengubah pemakaian minyak goreng dari curah menjadi dalam kemasan. Salah satunya melalui kewajiban bagi setiap minyak goreng yang beredar di Indonesia harus dalam kemasan pada 2020.

"Pemerintah jangan lagi mundur dari kewajiban minyak goreng kemasan pada 1 Januari 2020. Sebaiknya diberikan insentif kepada pelaku industri," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pengusaha Bantah Kampanye Hitam yang Sebut Sawit Jadi Sumber Penyakit

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) membantah jika minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit merupakan sumber dari beragam penyakit. Hal ini dinilai sebagai bagian dari kampanye hitam terhadap produk turunan sawit.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, minyak sawit merupakan produk yang dapat dimakan, bahkan sudah berlangsung sejak ribuan tahun dikonsumsi oleh masyarakat di Afrika Barat.

"Sawit itu sudah sejak 5.000 tahun lalu dikonsumsi di Afrika. Tapi tidak ada penyakit. Lalu kenapa ini di-banned. Ini semua karena business competition," ujar dia dalam Seminar Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu (6/3/2019). 

Dia menjelaskan, kampanye negatif terhadap produk turunan sawit yang terkait dengan isu kesehatan dimulai pad era 1980-an. Sawit dikatakan menjadi penyebab penyakit jantung koroner.

"Isu kampanye negatif, minyak sawit dikaitkan pada masalah gizi dan kesehatan dengan argumen tropical oils termasuk minyak sawit berbentuk padat pada temperatur ruang dapat menyumbat pembuluh darah, akan berakibat pada penyakit jantung coroner," kata dia.

Padahal faktanya, lanjut Sahat, kandungan nutrisi dalam sawit identik dengan nutrisi dalam air susu ibu (ASI). Berdasarkan penelitan Maranggonni pada 2000, menunjukkan jika minyak sawit mengandung asam palmitat yang dibutuhkan oleh bayi dalam masa pertumbuhan.

"Inilah konsideran, kenapa minyak sawit sangat banyak dipakai dan dipergunakan dalam industri susu," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya