Liputan6.com, Jakarta Pengamat transportasi dan Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Dharmaningtyas menilai, kebijakan tarif ojek online (ojol) seharusnya bisa lebih menguntungkan pengemudi dibanding pengguna.
Lantaran itu merupakan layanan transportasi alternatif, bukan angkutan umum massal. Dharmaningtyas menganggap, keputusan Kementerian Perhubungan yang menetapkan tarif jarak tertentu atau flag fall Rp 9.000-10.000 dalam 5 km pertama bermaksud untuk melindungi pengemudi.
"Selama ini banyak pesanan dengan jarak pendek yang tarifnya juga bisa di bawah Rp 5.000 per km. Itu sungguh merepotkan bagi pengemudi, karena kalau tidak diantarkan akan mempengaruhi performanya,"Â tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (24/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Untuk hitungan ongkos di atas 5 km, ia melanjutkan, tarif pada kisaran Rp 2.000-2.400 per km dianggapnya terlalu rendah bagi pengemudi. Apalagi, tambahnya, jika nominal tersebut masih harus dipotong 20 persen oleh pihak aplikator.
"Atau kalau di luar potongan aplikator, hitungan bersih yang masuk ke pengemudi minimum Rp 2.450 (per km). Kalau Rp 2.000-2.400 dan masih dipotong aplikator, mereka keberatan, karena itu sama dengan tarif yang sekarang ini," sambungnya.
Dia menyebutkan, hitungan ideal yang saat ini tengah diajukan pihak driver ojek online yakni sebesar Rp 3.100 per km, gross atau belum dipotong oleh aplikator.
Menurut dia, besaran ongkos tarif tersebut sudah tepat untuk diterapkan dan tidak akan merugikan konsumen. Sebab, ia menyatakan, pemerintah kini juga telah menyiapkan sarana transportasi publik yang lebih ramah kantong semisal Trans Jakarta.
"Kalau konsumen merasa berat ya lebih bagus pindah ke angkutan umum yang lebih berkeselamatan dan murah. Naik Trans Jakarta hanya Rp 3.500, kenapa harus naik motor?" tutur dia.
Â
Tarif Ojek Online Masih Tarik Ulur
Sebelumnya, aturan mengenai tarif ojek online masih belum menemukan titik terang. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menyatakan tarif yang diusulkan oleh asosiasi pengemudi ojek online berada di angka Rp 2.400 per km.
Usulan tarif dari pengemudi tersebut dinilai oleh aplikator masih terlalu tinggi. Oleh karena itu pemerintah terus mengumpulkan masukan-masukan dan melakukan disuksi agar bisa menentukan tarif yang menguntungkan semua pihak.
"Kemarin ketemu asosiasi pengemudi mereka minta Rp 2.400 per km, nett. Kalau dari aplikator kayaknya tidak bisa, kalau gross mungkin (bisa). Kemarin ada yang menyampaikan ke saya kalau bisa di bawah Rp 2.000, atau bisa juga Rp 2.000. Ditentukannya nanti Senin, tadi sudah disampaikan Pak Menhub kan," ungkap Budi di Jakarta, Kamis 21 Maret 2019.
Untuk tarif flat sendiri, lanjut Budi, rata-rata pengemudi menerima Rp 10 ribu dengan jarak kurang lebih 5 km. Namun dia berujar, untuk tarif ojek online sebesar Rp 3 ribu dirasa belum bisa dipenuhi. "Kalau Rp 3.000? Saya akan ajak diskusi lagi (asosiasi pengemudi). Karena taksi saja kan Rp 3.500," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement