Mayoritas Orang Indonesia Tak Patuh Bayar Pajak

Kepatuhan pembayaran pajak PPh Badan Usaha juga masih rendah karena sistem pelaporan yang menganut self assesment atau melapor sendiri pendapatan pajaknya.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mar 2019, 13:33 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2019, 13:33 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan, kepatuhan membayar pajak di Indonesia masih cukup rendah. Hal ini terlihat dari kontribusi pembayaran PPh 21 maupun pajak badan Usaha terhadap APBN masih kecil.

"Pajak dari PPh 21 maupun pajak badan kontribusinya masih kecil terhadap APBN. Artinya masyarakat kita kelas menengah dan atas meningkat, tapi kepatuhan bayar pajaknya masih rendah," ujar Aviliani di Century Park, Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Aviliani mengatakan, jumlah penduduk yang memiliki penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) terus meningkat baik dari sisi pekerja formal dan informal. Dari sisi informal, di Indonesia sudah banyak pekerja baru seperti youtuber yang memiliki penghasilan fantastis.

"Pekerja informal semakin banyak. Potensi pekerja informal dengan pendapatan besar seperti youtuber cukup besar di Indonesia. Misalnya Atha Halilintar, penghasilannya berapa itu," jelasnya.

Aviliani melanjutkan, kepatuhan pembayaran pajak PPh Badan Usaha juga masih rendah karena sistem pelaporan yang menganut self assesment atau melapor sendiri pendapatan pajaknya. "Kenapa PPh Badan masih rendah? Karena negara kita sistem pelaporannya butuh kesadaran sendiri atau self assesment," katanya.

Ke depan, Aviliani menambahkan, tingkat kepatuhan pembayaran pajak perlu ditingkatkan. Sebab, dengan pajak negara dapat meningkatkan pendapatan sehingga akan mengurangi defisit APBN dan mengurangi ketergantungan terhadap utang dalam rangka pembiayaan.

"Kita bisa mengurangi defisit APBN kita kalo semua orang yang memiliki penghasilan di atas PTKP nya membayar pajak, juga perusahaan harus bayar pajak dengan jujur. Pembayaran pajak itu tanggung jawab, itu juga bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap utang," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pengusaha Minta Pajak Korporasi Turun Jadi 17 Persen

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta Kamdani menyambut baik rencana pemerintah menurunkan pajak koorporasi. Dia pun menginginkan pajak korporasi dapat turun ke level 17 persen bersaing dengan negara tetangga seperti Singapura.

"Kita kan waktu itu mintanya sampai ke 17 persen sampai 18 persen," ujar Shinta saat ditemui di Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta, Jumat (22/3/2019).

Shinta mengatakan tanggapan pemerintah terkait permintaan tersebut cukup positif. Meski demikian, pemerintah masih melihat dampak yang terjadi pada Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) jika pajak korporasi diturunkan. 

"Positif, cuma kan seperti yang Menkeu katakan mereka masih mengevaluasi kembali. Mesti dilihat impact terhadap APBN. Kami mengerti prosesnya perlu waktu, paling tidak ini sudah diperhatikan dan akan diprioritaskan," jelasnya.

Shinta melanjutkan, jika pajak korporasi diturunkan pemerintah memang harus mencari sumber penarikan pajak baru. Dengan demikian, penerimaan pajak dapat tetap terjaga meski ada tarif pajak yang diturunkan.

"Fokusnya kan harusnya di ekstensifikasi, bukan intensifikasi. Jadi harus memperluas basis pembayar pajaknya. Sekarang ini ekstensifikasinya masih belum seperti yang kita harapkan, masih banyak yg ini-ini aja terus dinaikin. Kalau tax base bisa diperluas, tentu akan membantu, penurunan tarif bisa terjadi. Ini yang mungkin perlu dipush juga, kalau mau penurunan maka base pajak harus ditambah," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya