Harga Minyak Melonjak Imbas Persediaan Bensin AS Merosot

Harga minyak berjangka menguat lebih dari satu persen usai data Amerika Serikat (AS) menunjukkan persediaan bensin yang merosot.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Apr 2019, 06:15 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2019, 06:15 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka menguat lebih dari satu persen usai data Amerika Serikat (AS) menunjukkan persediaan bensin yang merosot. Ini kalahkan kenaikan persediaan minyak mentah ke posisi tertinggi dalam 17 bulan.

Selain itu, laporan OPEC menunjukkan pengetatan lebih lanjut dari pasokan minyak mentah Venezuela. Harga minyak berjangka Brent menguat USD 1,12 atau 1,59 persen ke posisi USD 71,73 per barel usai capai level tertinggi dalam lima bulan di posisi USD 71,78 per barel.

Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) menguat 63 sen atau 0,98 persen ke posisi USD 64,61 per barel. Harga minyak ini di bawah level terkuatnya sejak pertengahan November.

"Pada akhirnya, penarikan stok bensin yang besar lebih penting bagi pasar dari pada peningkatan stok minyak mentah karena saya pikir minyak mentah dapat mudah berbalik pekan depan," ujar Presiden Direktur Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (11/4/2019).

Stok minyak mentah AS pada pekan lalu naik ke level tertinggi sejak November 2017 seiring impor tumbuh.

Sementara itu, persediaan bensin mencatat penurunan tertajam sejak September 2017. Hal itu berdasarkan data the Energy Information Administration (EIA).

Persediaan minyak mentah membengkak 7 juta barel pada pekan lalu. Angka ini melampaui perkiraan untuk kenaikan 2,3 juta barel. Stok bensin turun 7,7 juta barel, lebih dari tiga kali lipat dari yang diperkirakan analis turun 2 juta barel.

"Meski kenaikan persediaan minyak mentah hampir sama dalam ukuran, fokus saat memasuki puncak musim panan yaitu bensin," ujar Partner Again Capital LLC, John Kilduff.

 

Sanksi AS

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Sanksi AS terhadap eksportir minyak Iran dan Venezuela, serta pengurangan pasokan oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia juga mendorong harga minyak.

"Dengan risiko geopolitik terus berdampak pada produksi dari Venezuela dan Iran serta sekarang juga berpotensi Libya dan bahkan Aljazair, pasar minyak mentah kemungkinan akan tetap didukung hingga harga mencapai tingkat memuaskan untuk OPEC dan Rusia," tutur Ole Hansen, Commodity Strategist Saxo Bank.

Laporan bulanan OPEC yang dirilis pada Rabu waktu setempat menunjukkan produksi minyak Venezuela merosot pada bulan lalu ke level terendah di bawah 1 juta barel per hari. Ini karena sanksi dari AS.

Angka-angka ini menambah perdebatan di OPEC dan sekutunya tentang apakah akan mempertahankan pengurangan pasokan minyak setelah Juni. Pejabat Rusia menuturkan, pemerintahan Rusia ingin memproduksi minyak lebih banyak, meskipun OPEC mengatakan pembatasan harus tetap dilakukan.

Namun, menteri energi Uni Emirat Arab mengatakan, Rusia tidak akan meningkatkan produksinya kecuali jika berkoordinasi dengan anggota kelompok produsen lainnya.

Di sisi lain protes menyebabkan pengunduran diri Presiden Aljazair pada bulan ini. Bentrokan bersenjata telah meletus di dekat ibu kota Libya, Tripoli tetapi pergolakan politik belum berdampak pada produksi produsen-produsen utama Afrika Utara.

 

Perdagangan Sebelumnya

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sebelumnya, harga minyak turun dari posisi tertinggi dalam lima bukan pada penutupan perdagangan Selasa (rabu pagi waktu Jakarta). Penurunan harga minyak ini terjadi usai IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu, langkah Rusia yang mengisyaratkan mundur dari kesepakatan pemangkasan produksi dengan OPEC juga menjadi pendorong penurunan harga minyak.

Mengutip Reuters, Rabu 10 April 2019, harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia turun 49 sen ke level USD 70,61 per barel, setelah mencapai USD 71,34 per barel yang merupakan harga tertinggi sejak November.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS berakhir di USD 63,98 per barel, turun 42 sen setelah juga mencapai harga tertinggi dalam lima bulan di USD 64,79 per barel.

Langkah Presiden AS Donald Trump untuk memberikan tarif pada ratusan barang Eropa menghentikan reli di pasar saham global, yang juga menyeret harga minyak berjangka ke level yang lebih rendah.

"Saya pikir IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global benar-benar tamparan terbesar hari ini yang dilihat oleh minyak berjangka," kata Phil Streible, analis senior komoditas RJO Futures, Chicago, AS.

 

Keputusan IMF dan Rusia

lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk 2019 dan memperingatkan pertumbuhan bisa melambat lebih lanjut karena ketegangan perdagangan dan kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Penurunan peringkat IMF, yang ketiga sejak Oktober, menambah kekhawatiran perlambatan ekonomi di tahun ini akan menekan konsumsi bahan bakar dan mencegah harga minyak mentah naik lebih tinggi.

Harga minyak juga goyah karena Rusia, salah satu negara di luar OPEC yang ikut memangkas produksi mengisyaratkan bahwa pihaknya ingin meningkatkan produksi ketika pertemuan berikutnya dengan OPEC.

Pada hari Selasa, Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak mendukung kenaikan harga minyak yang tidak terkendali dan harga saat ini cocok dengan Moskow.

"Kami siap bekerja sama dengan OPEC dalam pengambilan keputusan Tetapi apakah itu pemotongan, atau hanya penghentian pada tingkat output saat ini, saya tidak siap untuk mengatakan," kata Putin

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya