Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai ekspor Indonesia pada Maret 2019 mencapai USD 14,03 miliar. Angka ini naik 11,71 persen secara month to month (mtm) jika dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar USD 12,56 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski terjadi kenaikan, namun jika dibandingkan dengan ekspor pada Maret 2018 yang mencapai USD 15,59 miliar terjadi penurunan sebesar 10,01 secara year on year.
Advertisement
Baca Juga
"Nilai ekspor Maret 2019 utamanya dipicu kenaikan ekspor non migas, sedangkan ekspor migas mengalami penurunan," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung Pusat BPS, Jakarta, Sabtu (15/4).
Suhariyanto merinci laju ekspor migas di Maret 2019 mengalami penurunan 1,57 persen. Di mana dari USD 1,1 miliar di Februari menjadi USD 1,09 miliar pada Maret tahun ini. "Di sektor migas terjadi penurunan ekspor karena nilai minyak mentah dan hasil minyak yang turun, sementara gas mengalami kenaikan," jelasnya.
Komoditas non migas mengalami kenaikan sebesar 13 persen. Di mana menjadi USD 21,93 miliar di Maret dari bulan sebelumnya yang USD 11,45 miliar.
Komoditas non migas yang mengalami kenaikan ekspor tertinggi yakni bahan bakar mineral sebesar USD 401,4 juta, besi dan baja USD 186,7 juta, lalu bijih, kerak dan abu logam USD 162,9 juta, kertas dan karton USD 69,9 juta, serta bahan kimia organik USD 69,9 juta.
Sedangkan penurunan ekspor non migas terendah yakni perhiasan/permata sebesar USD 31,8 juta, ampas/sisa industri makanan USD 27,3 juta, benda-benda dari besi dan baja USD 9,6 juta, lokomotif peralatan kereta api USD 8,2 juta, serta garam, belerang, kapur USD 6,2 juta.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Neraca Perdagangan Indonesia Surplus USD 540 Juta pada Maret 2019
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta pada Maret 2019.
Surplus ini berasal dari ekspor sebesar USD 14,03 miliar dan impor sebesar USD 13,49 miliar.
"Neraca perdagangan surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (15/4/2019).
Baca Juga
Suhariyanto mengatakan, surplus ini berasal dari sektor nonmigas. Sementara sektor migas Indonesia mesih menyumbang defisit.
"Surplus sebagian besar didukung oleh ekspor non migas, sedangkan migas masih defisit," ujar dia.
Dari sisi impor, Indonesia pada Maret 2019 mencatatkan impor sebesar USD 13,49 miliar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar USD 10,31 miliar.
"Meski demikian, posisi impor pada Maret ini mengalami penurunan jika dibandingkan secara year on year yaitu pada Maret 2018 sebesar 6,67 persen," tutur dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Prediksi Ekonom
Sebelumnya, ekonom prediksi neraca perdagangan alami defisit perdagangan sekitar USD 464 juta pada Maret 2019.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, neraca perdagangan Maret 2019 sekitar USD 464 juta.
Hal ini didorong laju ekspor diperkirakan terkontraksi -14,65 persen secara year on year (YoY) dan laju impor diperkirakan tumbuh melambat -4,81 persen YoY.
"Laju impor secara bulanan cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya terindikasi dari aktivitas manufaktur Indonesia pada Maret yang tercatat meningkat menjadi 51,2 dari bulan sebelumnya 50,1 persen," ujar Josua dalam catatannya, Senin, 15 April 2019.
Ia menuturkan, kenaikan indeks manufaktur domestik mengindikasikan kebutuhan impor bahan baku cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Selain itu, peningkatan nilai impor Maret juga terefleksi dari peningkatan ekspor Tiongkok ke Indonesia yang tercatat tumbuh 68 perse Month on Month (MoM) dari bulan sebelumnya yang terkontraksi -40 persen MoM di tengah faktor musiman Tahun Baru China yang sudah normal pada Maret.
"Di sisi lainnya, ekspor cenderung masih terkontraksi di tengah tren penurunan harga komoditas ekspor seperti kelapa sawit yang turun -4,5 persen MoM dan dan batu bara turun -3,4 persen MoM sehingga akan menekan kinerja ekspor Indonesia dari sisi harga," kata dia.
Sementara itu, dari sisi volume, volume ekspor Indonesia diperkirakan tertahan oleh penurunan indikator aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia seperti kawasan Euro, Amerika Serikat, Jepang dan India.