Reformasi Kebijakan Kemenkeu Diminta hingga ke Bea dan Cukai

Langkah reformasi kebijakan sektor perpajakan yang dilakukan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, salah satunya melalui kebijakan amnesti pajak.

oleh Nurmayanti diperbarui 23 Apr 2019, 15:15 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2019, 15:15 WIB
Bea Cukai akan memberlakukan secara penuh penggunaan sistem aplikasi Pemasukan dan Pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat dalam rangka Ekspor dan/atau Transhipment (P3BET) pada 1 Januari 2019. Dok Bea dan Cukai.
Bea Cukai akan memberlakukan secara penuh penggunaan sistem aplikasi Pemasukan dan Pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat dalam rangka Ekspor dan/atau Transhipment (P3BET) pada 1 Januari 2019. Dok Bea dan Cukai.

Liputan6.com, Jakarta Langkah reformasi kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diharapkan tidak hanya menyasar sektor perpajakan, tetapi juga berlanjut ke bea dan cukai

Seperti diketahui, penerimaan bea dan cukai pada kuartal I tahun ini mencapai Rp 30,97 triliun, atau 14,83 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN) 2019. Adapun khusus penerimaan cukai mencapai Rp 21,35 triliun, atau 12,9 persen dari total target penerimaan cukai.

Langkah reformasi kebijakan sektor perpajakan yang dilakukan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, salah satunya melalui kebijakan amnesti pajak (tax amnesty). Kebijakan yang meluncur pada 2016 tersebut bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance).

“Kita lihat reformasi perpajakan walaupun ada beberapa kekurangan, tapi pasca-amnesti pajak ada perbaikan dari sisi rasio pajak, walaupun sekarang masih 11,5 persen,” kata Ekonom Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.

Rasio pajak Indonesia saat ini masih berada di kisaran 11,5 persen. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana meningkatkan rasio pajak menjadi 16 persen dalam jangka menengah, yakni kurun waktu 4-5 tahun ke depan.

Melihat dari sektor perpajakan inilah, Bhima berharap reformasi kebijakan juga menyasar hingga ke bea dan cukai. Salah satunya cukai, pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Bhima menyarankan pemerintah untuk melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang.

Pabrikan yang telah mencapai batasan produksi SKM dan SPM harus membayar tarif cukai tertinggi di masing-masing segmen.

Penggabungan batasan produksi dapat menghindari pabrikan besar asing yang masih membayar tarif cukai murah.

“Kalau dia (Sri Mulyani) lakukan reformasi di pajak, begitu juga seharusnya pada cukai. Jadi, potensi adanya kebocoran dari cukai rokok bisa dihambat atau dikurangi,” ujarnya.

 

 

Optimalkan Penerimaan Negara

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo turut mengapresiasi reformasi perpajakan yang dilakukan Sri Mulyani.

Tidak hanya mengeluarkan kebijakan amnesti pajak, menurut Yustinus, Menkeu juga melakukan penyederhanaan administrasi perpajakan, seperti penggabungan nomor identitas kepabeanan dan NPWP.

“Lalu penyederhanaan administrasi seperti restitusi diperpendek. Tax reform sudah berjalan dan menyederhanakan administrasi,” tutur dia.

Sependapat dengan Bhima, Yustinus juga meminta pemerintah untuk melakukan perubahan pada sektor industri hasil tembakau.

Dengan menggabungkan batasan produksi SKM dan SPM menjadi 3 miliar batang, demi mengoptimalkan penerimaan negara.

“Jadi pada intinya, batasan produksi ini untuk pengendalian. Jadi, harus dilakukan, komposisi mesti imbang antara yang besar dengan yang besar. yang kecil dengan yang kecil,” tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya