Bos Pabrik Jamu ini Setuju Ibu Kota Pindah ke Luar Jawa

Pemindahan ibu kota tidak akan mempengaruhi perdagangan dan bisnis yang sudah ada, dan Jakarta akan tetap menjadi kota dagang.

oleh Ayu Lestari Wahyu Puranidhi diperbarui 30 Mei 2019, 19:31 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2019, 19:31 WIB
20160608-Wajah Kepadatan Penduduk Ibu Kota yang Carut Marut-Jakarta
Deretan rumah yang berdempetan dengan padat terlihat dari kawasan Jembatan Besi, Jakarta, 5 Juni 2016. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memicu berbagai permasalahan, dari tata ruang, kemiskinan hingga kriminalitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemindahan ibu kota kembali digulirkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini. Tentunya hal ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, khususnya kalangan pebisnis yang ada di ibu kota saat ini.

Ada beberapa yang menolak, namun tidak jarang yang menerima bahkan mendukung rencana pemindahan ini. Salah satunya adalah Irwan Hidayat yang merupakan Direktur Sido Muncul.

Irwan menjelaskan jika pemindahan ibu kota merupakan hal yang baik bagi Indonesia karena menurutnya saat ini Jakarta sebagai ibu kota sudah terlalu sesak dan berantakan.

Berbagai macam kegiatan bertumpuk di Jakarta seperti sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan hingga pusat bisnis.

"Kalau bagi saya pindah ibu kota lebih bagus. Saya contohkan, Kuala Lumpur, Toronto, Sydney, New York, itu kan meskipun pindah namun kota-kota dagangnya tetep hebat bahkan tambah hebat, tambah rapih dan bersih. kalo ini kan wah berantakan betul," ujarnya saat ditemui dalam acara pelepasan Mudik Gratis ke-30 bersama Sido Muncul di Jakarta, Kamis (30/5/2019).

Selain itu, menurutnya pembangunan di Indonesia juga akan lebih merata tidak hanya berfokus pada satu titik saja, Jakarta.

"Kan kalau nanti ibu kota jadi pindah Kalimantan bakal jadi lebih maju terus pembangunan juga akan lebih jauh seimbang. Jadi ya kalau saya si setuju," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pendapat Rhenald Kasali

Pertumbuhan Gedung Tinggi Di Jakarta
Suasana pertumbuhan gedung bertingkat dan pemukiman padat penduduk di kawasan Jakarta, Kamis (2/5/2019). The Skyscraper Center mencatat pertumbuhan gedung tinggi di ibu kota terus meningkat dengan jumlah saat ini mencapai 382 gedung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pernyataan ini pun didukung oleh Rhenald Kasali, pakar manajemen dan praktisi bisnis dari Universitas Indonesia yang baru-baru ini juga diangkat menjadi Komisaris Utama PT Telokomunikasi Indonesia.

"Kan yang pindah ibu kota pemerintahan. Ibu kota pemerintahan tidak ramai biasanya justru pemerintahan itu ingin lebih tenang. Ini Kota dagang. Jakarta ini Bandar Jakarta, kota perdagangan, kota ekonomi, perputaran uang terbesar di Indonesia," jelasnya.

Menurut Rhenald, pemindahan ibu kota tidak akan mempengaruhi perdagangan dan bisnis yang sudah ada, dan Jakarta akan tetap menjadi kota dagang yang jauh lebih baik lagi kedepannya.

"Iya sekarang ibu kota sudah berantakan semuanya jadi satu. Mulai dari dagang, politik, pemerintahan, dan ibukota jadi satu. Nanti kan kalau sudah terpisah-pisah bakal jadi lebih baik," tandasnya.

Ini Untungnya Tinggal di Ibu Kota Baru

Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara
Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait rencana pemindahan ibu kota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka wacana pemindahan ibu kota negara karena kondisi lingkungan Jakarta yang semakin menurun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, ibu kota baru yang akan dibangun nanti mengusung tiga konsep utama, yaitu smart, green dan beautiful. Ketiga konsep tersebut tentunya akan memanjakan penduduk yang tinggal di ibu kota baru nantinya. 

"Kita ingin mendesain kota ini smart, green, beautiful dan didesain dari awal sesuai dengan kebutuhan dasar dari penduduknya. Jadi kita ingin nantinya semua warga yang tinggal di situ (ibukota baru), bisa tinggal di liveable city," ujar dia saat wawancara khusus dengan Liputan6.com di Jakarta.

Menurut Bambang, selama ini pada para pekerja khususnya pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pemerintah pusat tinggal jauh dari kantornya. Rumah PNS tersebut mayoritas berada di kota sekitar Jakarta seperti Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang, sedangkan mereka berkantor di sekitar Jakarta Pusat.

"Itu karena kemacetan dan angkutan umum belum ideal, maka butuh sejam atau dua jam bahkan satu arah untuk berangkatnya dan nanti juga pulangnya. Jadi kalau 1 jam berangkat, total 2 jam . Kalau ada yang 1,5 jam sampai 2 jam, bayangkan 2 jam sampai 4 jam dihabiskan hanya di jalan, dan ini sangat tidak bagus untuk quality of life dan tidak bagus untuk kesehatan kita juga. Karena kita hidup hanya di transportasi," jelas dia.

Sedangkan jika tinggal di ibu kota baru nanti, PNS ‎akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Pasalnya, hunian yang dibangun untuk para PNS ini tidak akan jauh dari instansi pemerintah tempatnya bekerja.

"Dengan ibu kota baru nanti di mana akses jauh lebih mudah dari kantor ke rumah atau sebaliknya , jaraknya pendek saja mungkin 15 menit sampai 20 menit sehingga kita punya quality of life lebih banyak. Bisa bertemu keluarga lebih sering, bisa melakukan olahraga. Dan yang penting hidup di liveable city yang polusinya juga kita harapkan minimal karena kita ingin di sana semuanya energi terbarukan," tandas dia.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya