KKP Ajukan Anggaran Rp 6,47 Triliun pada 2020, untuk Apa Saja?

KKP mengajukan pagu indikatif untuk tahun anggaran 2020 sebesar Rp 6,472 triliun pada 2020.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Jun 2019, 14:30 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2019, 14:30 WIB
(Foto: Liputan6.com/Maulandy R)
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti bersama jajarannya rapat bersama Komisi IV DPR RI pada Selasa 18 Juni 2019 (Foto: Liputan6.com/Maulandy R)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajukan pagu indikatif untuk tahun anggaran 2020 sebesar Rp 6,472 triliun, atau mengalami kenaikan dari alokasi anggaran pada 2019 yang sebesar Rp 5,483 triliun.

Usulan itu diberikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beserta jajarannya kepada Komisi IV DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

"Berdasarkan Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor B-241/M.PPN/D.8/KU.01.01/04/2019 dan S-338/MK.02/2019 tanggal 29 April 2019, pagu indikatif KKP tahun 2020 total ditetapkan sebanyak Rp 6,472 triliun," ungkap Susi.

Dari jumlah tersebut, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) menggunakan anggaran terbesar sekitar Rp 1,868 triliun. Porsi anggaran besar lainnya turut diberikan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), yakni sebanyak Rp 1,062 triliun.

Adapun pagu indikatif Rp 6,473 triliun itu akan dipakai demi menunjang target indikator kerja KKP pada 2020. Antara lain, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB( perikanan sebesar 7,9 persen.

"KKP juga target perikanan tangkap sebesar 7,99 juta ton, perikanan budidaya 7,45 juga ton, rumput laut 10,99 juta ton, garam nasional 3 juta ton, dan total produksi perikanan 26,43 juta ton," papar Susi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi menilai, pagu indikatif yang KKP ajukan masih terlalu kecil.

Sebab, dari alokasi awal kepada 87 Kementerian/Lembaga di 2020 yang sebesar Rp 853,983 miliar, KKP hanya mendapat jatah tak lebih dari satu persen.

"Sementara alokasi anggaran pagu indikatif KKP sebesar Rp 6,472 triliun. Ini tidak lebih dari 1 persen alokasi RAPBN tahun 2020. Jadi ini harus diperjuangkan terus agar ditingkatkan," ujar Viva.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Kementerian Kelautan Selamatkan Benih Lobster Rp 30,8 Miliar dari Penyelundupan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk laporan keuangan tahun 2018.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk laporan keuangan tahun 2018.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menyelamatkan 205.370 ekor benih lobster senilai Rp 30,8 miliar. Benih lobster itu hendak diselundupkan oleh tersangka dari China dan Indonesia.

Penggagalan ini dilakukan atas koordinasi antara Kementerian KKP melalui Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Jambi yang bekerja sama dengan Direktorat Polairud Polda Jambi.

"Jadi total ada 32 box dengan total sekitar 205.370 benih lobster yang berhasil kita selamatkan," tutur Kombes Pol. Fauzi Bakti dalam konferensi pers di Jambi, seperti dikutip dari rilis resmi Kementerian KKP, Selasa, 14 Mei 2019.

Fauzi menyebut benih lobster tersebut diduga didatangkan dari Pulau Jawa dan ditampung sementara di Jambi untuk dilakukan pengemasan ulang. Selanjutnya, benih lobster tersebut akan dikirim menuju Singapura.

Menteri Susi Pudjiastuti turut memberi apresiasi atas penggagalan penyelundupan ini. Menurut dia, pengawasan harus senantiasa ditingkatkan. Selama 2019, 1,6 juta benih lobster senilai sekitar RP 260 miliar berhasil diselamatkan,

"Saya berterima kasih atas kerja cepat dan kerja sigap petugas di lapangan yang telah berkoordinasi dan bersinergi dengan baik, sehingga kejahatan ini dapat kita gagalkan. Sekali lagi saya ingatkan, keberadaan benih lobster di alam harus kita jaga agar generasi mendatang, anak cucu kita, tetap dapat menikmati lobster yang sangat tinggi nilainya ini," ucap Susi.

Pelaku penyelundupan ini terancam dijerat dengan Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 88 Jo Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 Jo Pasal 55, 56 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 1,5 miliar.

 

Petugas Bersiaga pada Penyelundup Lobster

Petugas berhasil gagalkan penyelundupan benih lobster bernilai tinggi.
Petugas berhasil gagalkan penyelundupan benih lobster bernilai tinggi. Dok: Kementerian KKP

Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina mengatakan, dari awal 2019 hingga 13 Mei 2019, setidaknya sudah 123 kasus pelanggaran penyelundupan hasil perikanan berhasil ditangani BKIPM. Kasus penyelundupan ini didominasi oleh penyelundupan benih lobster disusul kepiting bertelur, ditambah beberapa jenis lainnya.

Terkait hal ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari wilayah Republik Indonesia. Dalam peraturan itu, benih lobster atau lobster di bawah ukuran 200 gram, dan lobster bertelur tidak boleh keluar Indonesia.

Jambi dipandang menjadi sasaran penyelundup karena lokasinya sebagai Pantai Timur Indonesia yang cukup strategis, yakni dekat Singapura. Para penyelundup pun bisa dengan mudah kabur dengan speedboad.

“Paling banyak penyelundupan benih lobster ini sekarang di Jambi karena Jambi ini adalah Pantai Timur Indonesia yang dekat sekali dengan Singapura, sehingga dengan dengan cepat, begitu mereka (pelaku penyelundupan) sampai di pinggir laut, mereka akan sewa speedboat dengan 4-5 motor tempel 200 PK. Dengan demikian, kita akan dengan cepat kehilangan mereka kalau kecepatan kita tidak bisa mengimbangi,” Rina menjelaskan.

Rina juga meminta petugas untuk mewaspadai berbagai kemungkinan penyelundupan mengingat April, Mei, dan Juni ini adalah waktunya lobster bertelur sehingga keberadaan BL di alam sedang banyak-banyaknya. Ia pun mengecam para penyelundup yang rela meraup keuntungan tanpa memerdulikan lingkungan sekitar.

“Beberapa negara tidak mempunyai sumber daya benih lobster seperti kita. Sementara, semakin hari harga yang ditawarkan oleh para penyelundup itu semakin menarik. Orang-orang tertentu yang mencari keuntungan pribadi tanpa memperhatikan bahwa ini sebetulnya hak nelayan dan penangkap lobster Indonesia berusaha mendapatkannya, dan mendapatkan keuntungan yang besar dari lalu lintas benih lobster tersebut,” papar Rina.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya