Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menunggu hasil perbaikan atau restatement laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk paling lambat 26 Juli 2019.
"Garuda kan masih ada waktu, (hingga) tanggal 26. Jadi tunggu dulu, beri kesempatan kepada perseroan untuk melakukan tindak lanjut," ujar Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna, di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Sebagai informasi, BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta Garuda untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan interim per 31 Maret 2019, hingga waktu deadline pada 26 Juli 2019.
Advertisement
Baca Juga
Mencatut informasi BEI, tindakan tersebut diberikan atas pelanggaran ketentuan Nomor III. 1.2 Peraturan BEI Nomor I-E tentang Kewajiban Penyampaian Informasi, yang mengatur mengenai laporan keuangan wajib disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7. tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan, dan Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten.
Selain itu, BEI juga meminta perseroan untuk melakukan Public expose insidentil atas penjelasan mengenai perbaikan dan penyajian kembali laporan keuangan interim PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Maret 2019.
Secara sanksi, BEI turut memberikan peringatan tertulis ketiga dan denda Rp 250 juta kepada Garuda. Sanksi diberikan setelah dilakukannya penelaahan dan koordinasi dengan OJK serta pihak terkait lain atas penyajian laporan keuangan interim Garuda tersebut.
Pengenaan sanksi dan permintaan ini dilakukan dalam rangka menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar, efisien, dan bisa menjaga kepercayaan publik terhadap industri Pasar Modal Indonesia.
Saat ditanya apakah Garuda akan merugi bila menyajikan kembali laporan keuangannya, I Nyoman Gede Yetna belum mau banyak menjawab. "Kita lihat dulu ya, nanti tunggu tanggal 26 (Juli)," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPK Minta Garuda Indonesia Restatement Laporan Keuangan 2018
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) kembali menyajikan laporan keuangan 2018.
Hal itu diputuskan BPK setelah melakukan pemeriksaaan terhadap laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk.
"BPK sudah memeriksa dan melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. BPK meminta untuk membatalkan kerja sama PT Citilink dengan PT Mahata Aero Technology,” ujar Anggota BPK, Achsanul Qosasi saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, Jumat (5/7/2019).
Ia menuturkan, BPK pun merekomendasikan agar PT Garuda Indonesia Tbk melakukan restatemen atau menyajikan kembali laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk.
"BPK juga meminta agar Kementerian BUMN mengevaluasi penunjukan KAP BDO," kata dia.
Ia mengharapkan agar manajemen PT Garuda Indonesia Tbk dapat secepatnya menyajikan kembali laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk.
Advertisement
Hasil Pemeriksaan BPK soal Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah menyelesaikan hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk untuk tahun buku 2018. BPK akan merilis laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada Senin pekan depan.
"Hasil BPK sudah selesai. Dan sudah disampaikan ke Garuda Indonesia. Kami tunggu dulu respons mereka. Hari ini respons dari Garuda Indonesia akan dikirim ke BPK, dan Senin kami keluarkan LHP," ujar Anggota BPK Achsanul Qosasi, saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Jumat, 28 Juni 2019.
Achsanul menuturkan, BPK akan detil menyampaikan LHP karena merupakan hasil pemeriksaan dari semua pihak yang terlibat. BPK akan menyampaikan hal tersebut kepada Menteri BUMN, Komisaris, Direksi Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia yang turut serta dalam transaksi ini.
Ia menegaskan, rekomendasi dan saran BPK akan tersaji jelas dalam LHP tersebut. Selain itu, BPK menilai kalau LHP juga penting untuk perbaikan Garuda Indonesia ke depan dan kepercayaan masyarakat kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama yang sudah jadi perusahaan terbuka atau tercatat di pasar modal.
Sebelumnya laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk pada 2018 menjadi sorotan usai dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk tidak setuju dengan pencatatan laporan keuangan pada 2018. Dua komisaris tersebut Chairul Tanjung dan Dony Oskaria. Mereka sampaikan keberatan dalam laporan di dokumen soal pencatatan laporan keuangan Garuda Indonesia 2018.
Hal itu terutama terkait perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018.
OJK Beri Sanksi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan pemeriksaan terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018. OJK memutuskan memberikan sanksi atas kasus pelanggaran laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, Fakhri Hilmi, mengatakan bahwa setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya, OJK memutuskan untuk memberikan sejumlah sanksi.
Sanksi tersebut antara lain mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
Selain itu OJK juga mengenakan sanksi administratif berupa denda masing-masing sebesar Rp 100 juta kepada seluruh anggota Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.
OJK juga memberikan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta secara tanggung renteng kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menandatangani Laporan Tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode tahun 2018 atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
Pengenaan atas sanksi dan atau Perintah Tertulis terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Direksi dan atau Dewan Komisaris, AP, dan KAP oleh OJK diberikan sebagai langkah tegas OJK untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri Pasar Modal Indonesia.
Advertisement