KKP Gandeng JICA Wujudkan Koperasi Perikanan Mandiri

Kerja sama KKP dan JICA akan meramu proyek Sustainable Fishery Resource Management and Utilization yang pada tahun ini mengangkat tema tentang koperasi perikanan.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Jul 2019, 20:22 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2019, 20:22 WIB
KKP bekerja sama dengan JICA dalam kerangka kerja sama teknis untuk sektor kelautan dan perikanan.
KKP bekerja sama dengan JICA dalam kerangka kerja sama teknis untuk sektor kelautan dan perikanan, salah satunya mewujudkan koperasi perikanan yang mandiri. (Dok. KKP)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam kerangka kerja sama teknis untuk sektor kelautan dan perikanan. Kerja sama ini akan meramu proyek Sustainable Fishery Resource Management and Utilization yang pada tahun ini mengangkat tema tentang koperasi perikanan.

Sekretaris Jenderal yang juga merangkap Plt. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Nilanto Perbowo mengatakan, program teknis ini meliputi workshop, predeparture meeting, training di Jepang selama 2 minggu dan posttraining workshop.

“Program kerja sama ini merupakan pelatihan untuk sumber daya manusia yang menangani koperasi sektor kelautan dan perikanan nasional agar bisa belajar dari Jepang untuk mewujudkan koperasi nasional yang lebih mandiri,” ujar dia di Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada 2018 menyebutkan ada sekitar 2.884 koperasi perikanan di Indonesia yang meliputi 2.802 unit Skala Usaha Mikro, 69 unit Skala Usaha Kecil 69, dan 13 unit Skala Usaha Menengah. Jumlah koperasi perikanan ini mengisi 2,09 persen dari  sekitar 138.140 unit jumlah seluruh koperasi yang ada di Indonesia. Dari 2.802 koperasi perikanan, hanya sekitar 58 persen atau 1.687 yang aktif, dan yang mempunyai Nomor Induk Koperasi (NIK) hanya sekitar 271 unit.

Menurut Nilanto, jika koperasi perikanan yang ada dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi besar terhadap iklim usaha industri sektor kelautan dan perikanan nasional.

“Kami menginginkan koperasi perikanan kita bisa lebih mapan dengan manajemen yang profesional guna mendukung usaha-usaha di sektor kelautan dan perikanan nasional. Oleh karenanya, kami mengarah pada koperasi Jepang, dalam hal ini Fisheries Cooperative Association (FCA) yang memang sudah berhasil mengembangkan koperasi perikanan di sana,” kata dia.

Untuk itu, Nilanto menyatakan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk memfasilitasi pengembangan sumber daya manusia (SDM) kelautan dan perikanan (KP), utamanya bagi para personil yang memiliki potensi untuk memberikan sumbangsih dalam pembangunan koperasi sektor KP di Indonesia. Secara khusus, untuk mengembangkan kelembagaan dan memperbaiki berbagai sistem pada lembaga koperasi perikanan.

“Program ini merupakan kesempatan baik bagi para stakeholders koperasi sektor KP untuk membahas bagaimana mengupayakan usaha bersama antara pemerintah dan stakeholders dalam mengembangkan koperasi sektor KP yang dapat menjadi salah satu pilar kesejahteraan ekonomi pembangunan KP,” tegasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Koperasi Perikanan di Jepang

Perahu yang akan berburu ikan paus, meninggalkan pelabuhan di Shimonoseki, Jepang (AP Photo)
Perahu yang akan berburu ikan paus, meninggalkan pelabuhan di Shimonoseki, Jepang (AP Photo)

JICA Fisheries Policy Adviser, Nomura Ichiro, pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa koperasi perikanan di Jepang atau yang disebut sebagai Fisheries Cooperative Association (FCA) sudah  tercantum dalam Undang-Undang (UU) tentang FCA tahun 1948.

Adapun tujuan UU ini adalah untuk mempromosikan pengembangan sistem koperasi nelayan atau pembudidaya dan pengolah hasil perikanan, meningkatkan produktivitas dan status sosial ekonominya, serta berkontribusi pada perekonomian nasional negara Jepang.

Selanjutnya, Nomura Ichiro juga menjelaskan fungsi utama dari FCA untuk aktivitas ekonomi yang meliputi bisnis pemasaran ikan, mulai dari transportasi, pengolahan, serta penyimpanan dan penjualan hasil tangkapan ikan dan produk lainnya. Terdapat juga bisnis simpan pinjam yang menyediakan pinjaman untuk biaya usaha dan hidup para anggotanya.

Selain itu, FCA juga melakukan bisnis pengadaan dengan menyediakan pasokan yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha (alat tangkap/peralatan lainnya, suku cadang, es dan bahan bakar) atau biaya hidup para anggotanya.

“Operasional fasilitas umum di pelabuhan perikanan juga dikelola oleh FCA. Beberapa di antaranya fasilitas penambatan, kegiatan penyelamatan untuk kecelakaan di laut dan perbaikan alat tangkap ikan, usaha restoran, serta toko seafood. Terakhir, FCA memberikan bantuan kerja sama dan kesejahteraan dengan memberikan asuransi dan menyediakan dana,” terang Nomura Ichiro.

Selain aktivitas ekonomi, FCA juga menjalankan fungsi aktivitas nonekonomi meliputi pemformulasian rencana pengelolaan perikanan, pemantauan dan pengawasan, serta pemulihan sumber daya perikanan.

Tingkatkan Mutu Produk Ikan, KKP Luncurkan Program Smart Fish

(Foto: Liputan6.com/Septian Deny)
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Kedubes Swiss dan UNIDO perpanjang program Smart-Fish (2019-2022) (Foto:Liputan6.com/Septian Deny)

Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP) bersama Kedutaan Besar Swiss di Indonesia dan Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO), meluncurkan perpanjang program Smart-Fish (2019-2022) di Jakarta.

Program hibah pemerintah Swiss senilai USD 1,75 Juta (CHF 1.7 juta) akan dilaksanakan pada 2019-2022.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses pasar produk perikanan Indonesia melalui peningkatan kepatuhan terhadap standar mutu internasional.

Plt. Direktur Jenderal Daya Saing Produk, Nilanto Perbowo mengungkapkan, ‎program yang akan difokuskan pada Global Quality and Standards Program (GQSP) merupakan bentuk kemitraan strategis antara Swiss dan UNIDO untuk mempromosikan perdagangan dan daya saing.

Dia menuturkan, program ini akan melanjutkan hasil program sebelumnya, yang memberikan dampak positif kepada sekitar 6.000 pemangku kepentingan baik dari masyarakat, swasta dan pemerintah di 37 kabupaten/kota yang tersebar di 16 provinsi di seluruh Indonesia.

Program sebelumnya berkontribusi terhadap dampak ekonomi sebesar USD 22,6 juta melalui peningkatan penjualan pada pasar domestik dan ekspor, keuntungan dan pendapatan. Intervensi SMART-Fish juga mendorong investasi oleh petani, pengolah dan pemerintah sebesar USD 11,8 juta.

Bantu Kembangkan Sektor Perikanan Nasional

Semester I 2018, Ekspor Perikanan Alami Peningkatan
Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan hasil ekspor perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilanto menyampaikan, program Smart-Fish telah membantu mewujudkan pengembangan sektor perikanan nasional terutama untuk tiga rantai nilai komoditas, rumput laut, pangasius, dan P&L Tuna.

"Sebagai contoh, untuk rantai nilai pangasius, program ini telah memperkenalkan metode budidaya baru yang telah meningkatkan efisiensi, kualitas, dan warna daging yang lebih baik, serta peningkatan produksi. Branding One-by-One untuk P&L tuna juga telah mempromosikan perikanan pole and line Indonesia sebagai perikanan ramah lingkungan, berkelanjutan, dan memiliki praktik penangkapan ikan yang lebih baik," ujar dia di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Sementara itu, Duta Besar Swiss, Kurt Kunz mengatakan dengan hasil yang memuaskan dari program sebelumnya, pemerintah Swiss berkomitmen melanjutkan dukungannya pada program lanjutan Smart-Fish ini.

"Swiss adalah mitra strategis program Smart-Fish. Kami sangat mengapresiasi dukungan kuat yang telah diberikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Program Smart-Fish telah memberikan hasil dan pencapaian yang memuaskan dan akan dilanjutkan untuk disebarluaskan ke seluruh Indonesia," tandas dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya