Liputan6.com, Jakarta - Pengadaan barang dan jasa yang masih erat dengan praktik korupsi membuat sektor pajak perlu melakukan transformasi dan reformasi sistem pengadaan.
Direktur Transformasi Proses Bisnis Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Hantriono Joko Susilo, mengatakan bahwa Ditjen Pajak perlu melakukan pembenahan mengingat sistem informasi yang kini telah usang.
Selain itu, DJP juga bakal menggaet agen pengadaan dari internasional untuk memperbaiki kualitas hardware, quality assurance hingga project management Ditjen Pajak.
Advertisement
Baca Juga
"Saking kompleksnya pengadaan ini supaya kita dapatkan konsultan yang bangun Cortex yang the best maka kita perlu tim pengadaan termasuk yang berpengalaman dan luar biasa dalam konteks ini. Bukanya orang kita tak mampu, tapi kita mau yang terbaik kualitasnya," ujarnya, Rabu (31/7/2019).
Hantriono menjelaskan, perbaikan sistem cortex atau teknolog informasi (TI) ini akan selesai pada tahun 2023. Adapun implementasi atau manfaat dari sistem cortex sendiri baru bisa dirasakan pada tahun 2024.
Pihaknya menambahkan, pembaharuan sistem TI ini akan menelan biaya sebesar Rp 2,04 triliun yang seluruhnya akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Ini biaya yang dikeluarkan 4 tahun mendatang untuk software, yakni Rp 2,04 triliun," paparnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aturan Pajak Tak Boleh Tertinggal Jauh di Era Ekonomi Digital
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan bercerita seluk beluk perpajakan di tengah era digital. Perkembangan ekonomi digital yang begitu pesat membuat sektor perpajakan harus berevolusi.
Robert mengungkapkan, tidak hanya di Indonesia, evolusi sektor perpajakan juga dilakukan di seluruh dunia. Pajak di sektor digital telah menjadi sebuah isu digital.
"Isu ekonomi digital itu isu aktual saat ini sering dibahas. Termasuk perpajakan. Tidak hanya Indonesia, tapi dunia," kata dia dalam sebuah acara diskusi bertajuk Taxtation on Digital Economy, di Kawasan SCBD, Jakarta, pada Rabu 17 Juli 2019.
BACA JUGA
Ada beberapa hal penting yang tidak boleh luput dari pembahasan mengenai isu ekonomi digital tersebut. Salah satunya adalah jumlah populasi warga Indonesia yang cukup besar.
"Indonesia merupakan 3 terbesar di Asia untuk kegiatan digital setelah China dan India," ujarnya.
Indonesia dibidik sebagai salah satu pasar yang cukup menjanjikan bagi perkembangan ekonomi digital.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per April 2019 tercatat ada 170 juta pengguna aktif internet di Indonesia.
"Ekonomi digital pada 2018 mencapai nilai USD 27 miliar atau Rp 391 triliun, 49 persen transaksi digital di Asia Tenggara terjadi di Indonesia," ungkapnya.
Untuk itu dia menegaskan Indonesia jangan sampai ketinggalan dalam mengikuti perkembangan tersebut.
"Indonesia tidak boleh ketinggalan pembahasan terkini isu digital ekonomi termasuk di dalamnya isu perpajakan," ujarnya.
Advertisement