Faisal Basri: Di ASEAN, Indonesia Paling Diminati Investor untuk Tanam Modal

Indonesia masih merupakan negara yang paling diminati negara lain untuk menempatkan dananya.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Agu 2019, 15:20 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2019, 15:20 WIB
Faisal Basri Sebut Indonesia Defisit Perdagangan di Tiga Sektor
Pengamat ekonomi Faisal Basri saat memaparkan tentang Holding BUMN Migas di Jakarta Selatan, Jumat (16/3). Menurutnya, saat ini Indonesia menghadapi defisit perdagangan di tiga sektor (tripple deficit). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri, membantah Indonesia salah satu negara tak ramah [investasi](4034292/ "") asing. Menurutnya, Indonesia masih merupakan negara yang paling diminati negara lain untuk menempatkan dananya.

"Dibandingkan ASEAN, levelnya kita tertinggi soal jumlah investasi. Kita cuma kalah dari China, China dibandingkan siapapun dia yang tertinggi. Intinya Indonesia masih keren soal investasi asing," ujar Faisal di Kedai Tempo, Jakarta, Selasa (14/8/2019).

Faisal mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya tidak mengkambinghitamkan [investasi](4034292/ "") asing menjadi penyebab ekonomi Indonesia melambat. Sebab, Indonesia nomor tiga negara paling atraktif di Asia dalam hal menggaet investasi asing masuk.

"Persoalannya bukan investasi, Pak Jokowi. Investasi asing dibilang lambat, padahal nomor 3 paling atraktif di Asia. Dari hasil riset 48,1 persen investor mau tempatkan investasi di Indonesia. 31 persen akan tetap di Indonesia tapi tak nambah investasi," jelasnya.

Masalah sebenarnya, kata Faisal adalah banyaknya [investasi](4034292/ "") yang masuk ke Indonesia tidak memberi pendapatan yang setimpal kepada negara.

"China investasinya di Indonesia itu kecil. Dia paling banyak ke Singapura, AS. Tapi memang meningkat luar biasa, tuh China juga datang ke kita. Jadi apa masalahnya? Masalahnya adalah investasi yang banyak itu hasilnya sedikit," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani Ungkap Penyebab Lambatnya Pertumbuhan Investasi RI

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan salah satu penyebab perlambatan investasi dikarenakan ekonomi Indonesia masih belum efisien. Hal ini pun ditandai dengan ratio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang juga belum menunjukan peranannya.

Menteri Sri Mulyani mengakui meski ICOR Indonesia berada di atas rata-rata negara Asia yakni di kisaran 6 persen namun jauh dibandingkan dengan China yang berada di atas 8 persen. Pertumbuhan China menjadi tinggi karena produksi output yang dihasilkan jauh lebih rendah dari input yang masuk. 

ICOR sendiri merupakan rasio penambahan modal dengan penambahan pengeluaran. ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara.

"Untuk Indonesia berbagai faktor fundamental yang mempengaruhi ICOR adalah Sumber Daya Mansuia (SDM). Karena terkendala masalah pendidikan relatif rendah dan skill terbatas," kata Sri Mulyani dalam katanya dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju, di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8).

Atas dasar ini lah, pemerintah terus mendorong kebijakan fiskalnya dengan memprioritaskan SDM agar mampu berdaya saing global. Sehingga peningkatan-peningatan baik itu pertumbuhan dan investasi dapat terus berada setingkat negara-negara maju.

"Untuk itu belanja di sektor pendidikan maupun kualitas belanjanya. 20 persen belanja APNN kita. Untuk bisa gunakan Rp 495 triliun dalam optimalkan masalah SDM," jelas Sri Mulyani.

Meski pemerintah telah menggelontorkan 20 persen APBN untuk SDM melalui sektor pendidikan namun masih belum dirasa optimal. Sebab, pemerintah sendiri dohadapkan dengam berbagai persoalan mengenai kualitas pengelolaan sekolah, biaya operasi sekolah, hingga kapsitas tenaga pengajar.

"Kita sudah hampir 10 tahun adopsi anggaran pendidikan hasilnya tidam seperti di Vietnam. Dari tes tidak memuaskan seperti yang diharapkan. Anggaran tetap tapi bagaimana kita gunakan dengan baik," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya