Gedung Milik Buronan Pemerintah China Dijual Online Seharga Rp 10 Triliun

Gedung berbentuk unik di Beijing ini dimiliki koruptor China yang kini menetap di AS.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Agu 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2019, 18:00 WIB
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Beijing - Aset gedung milik miliarder koruptor asal China dijual secara online oleh pemerintah. Penjualan gedung dengan 39 lantai itu dilakukan secara lelang di situs Alibaba.

Dikutip dari CNN, Jumat (23/8/2019), gedung yang dimaksud adalah Pangu Plaza yang memiliki bentuk bagian atas yang meliuk, terinspirasi oleh naga dan selesai dibangun pada 2008. Lokasinya tak jauh dari Stadium Sarang Burung yang salah satu perancanganya adalah seniman Ai Weiwei.

Sayangnya, gedung itu tidak begitu laku. Pangu Plaza terjual sebesar USD 734 juta atau setara Rp 10,4 triliun (USD 1 = Rp 14.223). Nominal itu disebut mantan pemiliknya amat rendah dari nilai aslinya.

Gedung pencakar langit Pangu Plaza yang mendominasi daerah di seberang Stadion Olimpiade Bird's Nest, pusat kota Beijing, Selasa (20/7/2019). Bangunan 40 lantai hasil sitaan terkait kasus korupsi itu terjual dalam lelang online dengan harga 734 juta USD atau sekitar Rp10,5 triliun. (GREG BAKER/AFP)

Mantan pemilik gedung itu adalah miliarder Guo Wengui (49) yang kini jadi buronan China atas tuduhan penipuan dan penyogokan. Kini, miliarder itu menetap di AS dan aset-asetnya dibekukan dan disita pemerintah.

Ketika kabar penjualan gedung itu tersebar, sang miliarder buron itu meng-upload video di YouTube dan mengklaim harga yang ditawar pemenang lelang hanya 10 persen dari nilai asli gedung itu.

Orang-orang melewati gedung pencakar langit Pangu Plaza di seberang Stadion Olimpiade Bird's Nest, Beijing, Selasa (20/7/2019). Gedung yang pernah masuk dalam film Transformers: Age of Extinction itu terjual dalam lelang online dengan harga 734 juta USD atau sekitar Rp10,5 triliun. (GREG BAKER/AFP)

Hanya ada dua orang yang mendaftar untuk menawarkan harga bagi Pangu Plaza, meski 150 ribu orang ikut menonton pelelangan online tersebut. Pihak pembeli gedung adalah firma properti Yucheng Zhiye asal Beijing.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Orang Terkaya Hong Kong Rugi 42 Triliun Akibat Demo Tanpa Henti

Puluhan Ribu Massa Padati Victoria Park Hong Kong
Pengunjuk rasa membawa payung saat menuju Victoria Park, Hong Kong, Minggu (18/8/2019). Puluhan ribu massa pro-demokrasi membawa payung saat hujan mengguyur Victoria Park dan sekitarnya. (AP Photo/Vincent Yu)

Tak heran mendengar para miliarder Hong Kong kompak menolak unjuk rasa pro-demokrasi di Hong Kong, sebab kekayaan miliarder merosot akibatnya gejolak politik yang terjadi. Orang terkaya di Hong Kong yaitu Li Ka-shing juga kena imbasnya dan rugi Rp 42 triliun.

Business Insider melaporkan Li Ka-shing kehilangan USD 3 miliar atau Rp 42,7 triliun (USD 1 = 14.233) sejak Juli lalu. Demo berkepanjangan disebut sebagai dalangnya karena membuat performa pasar saham menjadi volatile sehingga berimbas ke kekayaan Hong Kong.

Li Ka-shing tidak sendirian, Financial Times menghitung bahwa kekayaan sepuluh orang terkaya Hong Kong kehilangan USD 15 miliar (Rp 213 triliun).

Bloomberg melaporkan miliarder Ma Huateng asal China juga kehilangan USD 1,6 miliar (Rp 22,7 triliun). Bos Tencent ikut tersengat efek demo karena memiliki saham di Bursa Efek Hong Kong.

Demo yang sudah berjalan hampir tiga bulan ini juga memengaruhi transportasi darat dan udara Hong Kong. Pekan lalu pengunjuk rasa sempat menduduki bandara dan membuat banyak penerbangan batal.

Situasi pun masih mendidih karena Pemerintahan China menyiagakan pasukan militernya di perbatasan Hong Kong. Sementara, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyarankan Presiden Xi Jinping untuk bertemu pendemo secara langsung.

Li Ka-shing, yang pernah menjadi orang terkaya di Asia, sudah angkat suara pada akhir pekan lalu. Melalui tulisan puitis di koran, ia menolak kekerasan dari semua pihak dan menyebut agar jangan ada lagi yang memperburuk situasi yang sudah buruk di Hong Kong.

Ratusan Ribu Orang Ikut Demonstrasi Hong Kong yang Berjalan Damai

Ricuh Unjuk Rasa di Stasiun MTR Hong Kong
Demonstran menggunakan laser pointer saat berunjuk rasa di Stasiun MTR Yuen Long, Hong Kong, Rabu (21/8/2019). Unjuk rasa berkelanjutan ini menyoroti tergerusnya kebebasan di Hong Kong setelah diserahkan Inggris ke Cina pada 1997. (AP Photo/Kin Cheung)

Ratusan ribu orang telah mengadakan protes pro-demokrasi di Hong Kong akhir pekan kemarin, di tengah peringatan yang semakin keras dari pemerintahan pusat China di Beijing.

Aktivis dan polisi telah bentrok selama 10 minggu terakhir, tetapi demonstrasi akhir pekan ini, pada 17 dan 18 Agustus 2019, berjalan damai, demikian seperti dikutip dari BBC, Senin, 19 Agustus 2019.

Protes dipicu oleh RUU ekstradisi, yang sejak itu telah ditangguhkan oleh pemerintah Hong Kong hingga "batas waktu yang tidak ditentukan."

China, yang telah mengirim pasukan keamanan di dekat Shenzhen --provinsi yang berbatasan langsung dengan Hong Kong-- menyamakan rangkaian protes berujung rusuh akhir pekan lalu dengan aktivitas teroris. 

Kedutaan besarnya di London telah memperingatkan bahwa Beijing "tidak akan duduk dan menonton" jika pemerintah Hong Kong kehilangan kendali atas situasi tersebut.

Penyelenggara protes, the Civil Rights Human Front, tak memiliki izin untuk menyelenggarakan protes di seantero kota, tetapi, polisi mengizinkan demonstrasi hari Minggu terkonsentrasi di Victoria Park.

Salah satu demonstran, bernama Wong, mengatakan kepada BBC Hong Kong, "Kami telah berjuang selama lebih dari dua bulan, tetapi pemerintah kami tidak memiliki respons sama sekali. Kami bisa keluar lagi dan lagi."

Kerumunan besar juga berkumpul di Admiralty, Causeway Bay dan Wan Chai --menentang larangan polisi untuk gelaran selain di Victoria Park.

Penyelenggara demonstrasi mengatakan 1,7 juta orang hadir. Pihak berwenang belum memberikan angka keseluruhan.

Seorang juru bicara pemerintah Hong Kong mengatakan bahwa meskipun demonstrasi pada umumnya damai, mereka telah secara serius mempengaruhi lalu lintas dan menyebabkan banyak ketidaknyamanan.

Dia menambahkan bahwa "paling penting untuk memulihkan ketertiban sosial sesegera mungkin," usai rangkaian demonstrasi di Hong Kong yang telah berlangsung sejak Juni 2019 lalu. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya