Liputan6.com, Jakarta Kebijakan kenaikan cukai rokok dinilai tidak berdampak besar bagi pelaku industri. Sebab kebijakan kenaikan cukai bertujuan mengendalikan konsumsi rokok masyarakat.
"Industri rokok tidak akan terlalu terdampak. Saya perkirakan tidak akan ada perusahaan rokok besar atau kecil yang gulung tikar karena kebijakan cukai," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah saat dihubungi Merdeka.com, Minggu (6/10/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, dampak negatif dari kebijakan ini sebetulnya justru mengarah kepada masyatakat sendiri. Lantaran keperluan untuk daya beli semakin besar. "Daya beli akan berkurang karena alokasi untuk beli rokok naik," imbuh dia.
Piter menambahkan, kebijakan pemerintah untuk menaikan tarif cukai rokok juga tidak sepenuhnya bisa meredam konsumsi orang merokok di Indonesia. Meski ini diberlakukan konsumsi rokok pun masih tetap akan tinggi.
"Menghadapi harga rokok yang lebih tinggi sebagian masyarakat perokok diperkirakan tidam mengurangi konsumsi tapi beralih ke rokok yang lebih murah," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku khawatir kenaikan cukai rokok akan berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Terutama untuk segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya.
"Kami mendesak Menteri Keuangan tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan industri dan buruh," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/10).
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2020, tarif cukai rokok akan naik sebesar 23 persen. Tak hanya mengatur kenaikan tarif cukai rokok, pemerintah juga mengatur harga jual eceran (HJE) rokok. Kenaikan harga jual eceran rokok ditetapkan sebesar 35 persen.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Cukai Rokok Naik, Buruh Terancam PHK Massal
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku khawatir kenaikan cukai rokok akan berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Terutama untuk segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya.
Hal ini juga sudah disampaikan Andi Gani saat bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Senin (30/9) lalu.
"Kami mendesak Menteri Keuangan tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan industri dan buruh," tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/10).
Pimpinan buruh se-ASEAN ini meminta kenaikan tarif cukai rokok buatan tangan tidak melebihi dari kenaikan cukai rokok buatan mesin. Khususnya untuk golongan SKT yang menyerap tenaga kerja paling besar.
Baca Juga
Selain itu, Andi Gani mendorong penggabungan batasan produksi rokok buatan mesin Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Alasannya, perusahaan rokok besar asing multinasional masih memanfaatkan tarif cukai yang murah untuk merebut pasar.
Menurutnya, dengan melakukan penggabungan maka menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau, terutama akan melindungi pabrikan rokok kecil untuk bersaing langsung dengan pabrikan rokok besar asing.
"Pabrik multinasional yang punya SPM dan SKM itu harus digabung. Supaya produksi SPM dan SKM nanti jadi naik," jelasnya.
Untuk diketahui, mulai 1 Januari 2020, tarif cukai rokok akan naik sebesar 23 persen. Tak hanya mengatur kenaikan tarif cukai rokok, pemerintah juga mengatur harga jual eceran (HJE) rokok. Kenaikan harga jual eceran rokok ditetapkan sebesar 35 persen.
Advertisement