Liputan6.com, Jakarta - Peringkat daya saing Indonesia turun lima peringkat pada 2019, yakni berada di posisi 50 dari yang sebelumnya berada di urutan 45 pada 2018. Indonesia hanya berhasil mengantongi skor 64,6, turun tipis 0,3 dari tahun lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, turunnya posisi peringkat daya saing Indonesia dikarenakan beberapa perbaikan yang di lakukan di Tanah Air belum berjalan maksimal. Sementara di sisi lain, negara-negara berada di atas Indonesia perbaikannya sudah lebih baik dan cepat.
"Turun 0.3 poin skornya itu tapi peringkatnya turun 5 dari itu. Sebetulnya pasti penyebabnya karena orang lain perbaikinnya lebih cepat (dari kita)," kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Kamis (10/10).
Advertisement
Â
Baca Juga
Melihat kondisi tersebut, Menko Darmin menyatakan bakal ada perubahan-perubahan besar untuk mendongkrak kembali peringkat daya saing Indonesia. Baik itu masalah perizinan, hingga pada kebijakan lainnya. Beberapa hal tersebut pun, nantinya bakal disampaikan oleh pemerintahan selanjutnya.
"Nanti itu akan diresmikannya dan di umumkannya pada awal pemerintahan baru Pak Jokowi sekarang ktia tuntaskan dulu mudah-mudahan beberapa hari ini tuntas walaupun tidak berarti pekerjaan rumahnya selesai," kata dia.
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut mengatakan beberapa fokus yang dikerjakan di sisa masa akhirnya yakni masalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Nantinya dia menginginkan agar pemberian IMB bisa dilakukan melalui Online Single Submission (OSS).
"Contoh IMB misalnya itu barang paling susah dapatnya gak tau berala lama baru keluar karena keputusnnya di ambil dalam rapat, rapatnya berapa kali kita gak tau. Ke depannya mau kita ubah. Ada standarnya bangunan itu ada standarnya itu yang gak pernah kita buat selama ini," jelasnya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani pun berpendapat sama. Dia menilai sebetulnya skor peringkat daya saing Indonesia bukannya turun, hanya saja negara-negara lain lompatannya jauh lebih cepat dari Indonesia. Sebab itu, salah satu upayanya mendongkrak kembali adalah mendorong Sumber Daya Manusia (SDM).
"Ini sebetulnya sudah di addres pemerintah masalah human capital jadi pekerjaan rumah utama dan ini akan menajdi priroitas Pak Presiden lima tahun ke depan bagaimana human capital ini sehingga tentunya produktifitas meningkat dan daya siang tinggi," kata dia.
Rosan mengatakan, persoalan ini memang tidak bisa diselesaikan pemerintah sendiri maupun dunia usaha. Oleh sebab itu, masalah ini perlu dipikirkan secara bersama-sama oleh Kementerian Lembaga (KL) terkait lainnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Laporan World Economic Forum
Sebagai informasi, peringkat daya saing Indonesia turun pada tahun ini. Menurut laporan World Economic Forum (WEF), peringkat daya saing Indonesia turun lima peringkat ke posisi 50.
Ini tertuang dalam laporan WEF bertajuk "The Global Competitiveness (GCI) Report 2019", seperti dikutip dari situsnya, Rabu (9/10/2019).
Tercatat jika skor GCI Indonesia turun 0,3 poin menjadi 64,6. Secara umum, kinerja daya saing Indonesia tidak berubah alias stagnan.
Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN. Negara ini di belakang Singapura (1), Malaysia(27) dan Thailand (40).
Laporan menyebutkan jika kekuatan utama Indonesia adalah ukuran pasar yang besar (82,4) dan stabilitas kondisi ekonomi makro (90). Kemudian kondisi budaya bisnis yang dinamis (69,6), sistem keuangan yang stabil (64).
WEF juga menilai, tingkat adopsi teknologi Indonesia juga tinggi. Namun kualitas akses tetap relatif rendah. Hal yang menjadi catatan adalah kapasitas inovasi (37,7) yang masih terbatas walaupun ada peningkatan.
Indeks GCI ini memetakan lanskap daya saing berdasarkan 141 komponen ekonomi melalui 103 indikator yang terbagi ke dalam 12 tema.
Setiap indikator, menggunakan skala dari 0 hingga 100, yang menunjukkan seberapa dekat ekonomi dengan keadaan ideal atau batas daya saing.
Pilar yang mencakup unsur sosial-ekonomi adalah: institusi, infrastruktur, adopsi TIK, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keterampilan, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamika bisnis, dan kemampuan inovasi.
Â
Advertisement