Liputan6.com, Jakarta Tahun lalu ekspor pupuk urea tercatat 1,14 juta ton. Tahun ini ekspor pupuk urea meningkat 55,13 persen dan ditargetkan mencapai 1,77 juta ton dan pengadaannya dipastikan tak mengganggu pupuk dalam negeri, terutama pupuk urea.Â
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementeri Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy mengatakan, peningkatan ekspor pupuk oleh industri sama sekali tidak mengganggu. Pasalnya, kebutuhan dalam Negeri sudah diprioritaskan dalam alokasinya.
"Ekspor pupuk tidak mengganggu persediaan pupuk subsidi. Yang diekspor adalah pupuk nonsubsidi. Biasanya pihak produsen lebih mengutamakan kepentingan nasional. Setelah itu baru ekspor," ujar Sarwo Edhy, Senin (25/11).
Advertisement
Sarwo Edhy menyebutkan, data stok pupuk subsidi dari PT Pupuk Indonesia hingga 15 November 2019 tercatat, untuk pupuk urea stok di lini I sebanyak 530,157 ton, lini II tercatat 109,450 ton, lini III sebanyak 601,849 ton dan lini IV tersedia 74,022 ton.
Untuk pupuk stok di lini I tercatat 177,50 ton, lini II sebanyak 185,305 ton, lini II tersedia 375,305 ton dan lini IV sebanyak 41,872 ton. Stok pupuk SP-36 di lini I tercatat 69,054 ton, lini II sebanyak 69,449 ton, lini III tersedia 106,770 ton dan lini IV sebanyak 14,118 ton.
Sementara stok pupuk ZA hanya ada di pabrik Petrokimia Gresik. Total stok di lini I hingga IV sebanyak 174,491 ton. Untuk pupuk organik, stok di lini I tercatat 186 ton, lini II sebanyak 6,754 ton, lini III tersedia 73,079 ton dan lini IV sebanyak 31,671 ton
Dia menyebutkan, pemerintah berupaya melakukan pengawalan penyaluran pupuk bersubsidi salah satunya melalui pelaksanaan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan secara proaktif dengan sebaik-baiknya.
"Ini sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dan pemantauan oleh Pemda terhadap penyaluran pupuk bersubsidi di masing-masing wilayahnya," tuturnya.
Menurut Sarwo Edhy, Pemda memegang peran yang sangat penting. Baik dari segi perencanaan, regulasi dan tata laksana mulai dari perencanaan kebutuhan pupuk melalui RDKK.
"RDKK menjadi alat kontrol dalam pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Bagi petani yang belum berkelompok agar bergabung dalam kelompok tani sehingga petani punya hak menebus pupuk subsidi," jelasnya.
Sarwo Edhy mengungkapkan, ada temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan harus menjadi perhatian, antara lain RDKK tidak valid dan tidak tepat waktu penerbitan SK (Surat Keptusan).
Selain itu, catatan BPK menyebut alokasi pupuk tidak tepat waktu, ketidakpatuhan distributor dan kios dalam menyalurkan pupuk bersubsidi baik dari segi administrasi ataupun ketentuan yang berlaku.
Untuk itu, kebijakan penyaluran pupuk bersubsidi ke depan diarahkan pada penebusan berbasis e-RDKK dengan menggunakan Kartu Tani.
"Dengan cara ini kita harapkan penyaluran pupuk bersubsdi dapat menjadi lebih baik dan tepat sasaran," tegasnya.
Realisasi penyaluran pupuk subsidi per 25 Agustus 2019 sudah mencapai 64,8 persen dari alokasi setahun sebanyak 8,8 juta ton.
Rinciannya, urea sudah terealisasi 2,46 juta ton (64,4 persen) dari alokasi setahun 3.825.000 ton; SP-36 dari alokasi sebanyak 779.000 ton sudah terserap sebanyak 566,6 ribu ton (72,7 persen).
Sedangkan untuk pupuk ZA, dari alokasi 996.000 ton sudah tersalurkan 610,6 ribu ton (61,3 persen); NPK alokasi sebanyak 2.326.000 ton sudah terealisasi sebanyak 1,63 juta ton (70,1 persen); dan pupuk organik alokasi 948.000 ton sudah tersalurkan 477,7 ribu ton (50,4 persen).
Â
Â
(*)